Pertemuan 2
MK: JURNALISTIK
Berita dan Penulisannya
SEBAGAI media informasi, suratkabar dan majalah sarat dengan penyajian berita. Disamping berita masih terdapat bentuk-bentuk tulisan lainnya yang bersifat ganda, memberi informasi dan sekaligus menghibur. Misalnya, tulisan-tulisan feature dan reportase.
Apa sesungguhnya yang disebut dengan berita?
Sejumlah ahli komunikasi telah memberikan batasan-batasan atau definisi tentang berita tersebut. William S. Maulsby misalnya. Ia menyatakan, “Berita merupakan suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang dapat menarik perhatian para pembaca suratkabar yang memuat berita tersebut.”
Sementara Dja’far H. Assegaff dalam bukunya “Jurnalistik Masa Kini” menyebutkan, “Berita dalam arti jurnalistik adalah laporan tentang fakta atau ide yang termasa, yang dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca, entah karena ia luar biasa, entar karena pentingnya atau akibatnya, entah pula karena ia mencakup segi-segi human interest seperti humor, emosi dan ketegangan.”
Tidak setiap peristiwa atau kejadian bisa dijadikan berita jurnalistik. Suatu peristiwa bisa disebut layak berita apabila ia memenuhi persyaratan atau ukuran-ukuran tertentu. Paling utama, peristiwa itu bisa disebut layak berita apabila mengandung unsur penting dan menarik.
Secara umum unsur-unsur dari suatu peristiwa atau kejadian yang dapat dijadikan layak berita antaralain, unsur Termasa (baru), Jarak, Penting, Keluarbiasaan, Manusiawi dan Akibat.
Termasa (baru) – artinya, peristiwa yang akan dijadikan berita itu baru saja terjadi, aktual dan hangat. Misalnya, suatu peristiwa yang terjadi hari Minggu, pada hari Senin (keesokan harinya) berita tersebut sudah harus dimuat.
Jarak – artinya, jarak jauh atau dekatnya suatu peristiwa haruslah disesuaikan dengan publik pembaca. Misalnya, suatu koran atau suratkabar lokal (daerah) yang terbit di Yogyakarta tentu harus mengutamakan untuk memilih peristiwa berita yang terjadi di Yogyakarta dan sekitarnya. Berita mengenai pembangunan suatu masjid di Yogyakarta, yang dibangun secara susah-payah tentu akan lebih menarik perhatian publik pemnaca di Yogyakarta dan sekitarnya, dibanding dengan publik pembaca di Jakarta atau kota-kota lainnya.
Penting – artinya, suatu peristiwa yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat luas, khususnya para pembaca. Misalnya, peristiwa naiknya harga BBM (bahan bakar minyak), terjadinya bencana alam, jatuhnya pesawat terbang, dan sebagainya yang berkaitan dengan jiwa manusia.
Keluarbiasaan – artinya, suatu peristiwa atau kejadian yang mengandung unsur menakjubkan, aneh serta luar-biasa. Misalnya, peristiwa jatuh atau terlepasnya seorang bayi dari gendongan ibunya di atas rel kereta api, ketika pada waktu bersamaan sebuah kereta api melaju di atas rel tersebut. Bayi itu ternyata selamat dan tidak terluka sedikitpun, meski kereta api sudah melaju di atasnya. Peristiwa yang pernah terjadi di India beberapa tahun lalu ini merupakan peristiwa yang mengandung unsur keluarbiasaan itu.
Manusiawi – artinya, peristiwa yang menyentuh perasaan bagi pembaca. Misalnya, seorang isteri Bupati atau pejabat meneteskan air mata ketika menggendong seorang bayi mungil di Panti Asuhan yang dikunjunginya.
Akibat – artinya, peristiwa itu apabila diberitakan akan menarik publik pembaca, karena pembaca merasa ada akibat yang bakal dirasakan dari peristiwa tersebut. Misalnya, Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengeluarkan penetapan atau perintah untuk mengosongkan daerah sepanjang tepian Kali Code di Yogyakarta, yang selama ini sudah menjadi daerah atau kawasan pemukiman penduduk. Penduduk-penduduk yang tinggal di sepanjang tepian Kali Code itu tentu akan merasa mendapatkan akibat dari penetapan atau perintah pengosongan tersebut.
Disamping unsur-unsur tersebut, masih terdapat sejumlah unsur lainnya. Seperti unsur-unsur yang berkaitan dengan persoalan seks, emosi, dan humor.
Selain itu, jika kita kaitkan dengan pengembangan dakwah Islam, maka unsur lain yang harus pula diperhatikan adalah adanya unsur dakwah dari setiap peristiwa yang akan diberitakan.
Bagaimana Menulisnya?
Secara umum selama ini, wartawan selalu berpegang pada enam pedoman dalam menulis suatu berita. Keenam pedoman itu meliputi: Apa yang terjadi; Siapa yang terlibat di dalamnya; Di mana terjadinya; Kapan peristiwa itu terjadi; Mengapa kejadian atau peristiwa itu terjadi; dan Bagaimana kejadiannya.
Keenam pedoman ini lazim disebut 5 W dan 1 H. Yakni – What, Who, Where, When, Why dan How.
Kalangan pekerja jurnalistik selama ini mengenal ada tiga penggolongan berita, yakni berita langsung, berita ringan (human interest) dan berita kisah (feuture).
Sekarang kita memfokuskan saja pada bagaimana menulis berita langsung, karena berita jenis inilah yang mendominir isi suratkabar atau harian di Indonesia sekarang ini.
Dalam menulis suatu berita harus diperhatikan tentang pembagian pada berita tersebut. Ada tiga bagian di dalamnya, yaitu lead (teras atau intro), tubuh berita (detail), dan penutup.
Untuk memudahkan kerja penulisan berita, wartawan selama ini selalu berpegang pada sistem penulisan yang disebut sistem piramida terbalik. Secara mudahnya, dalam sistem ini pembuat berita harus meletakkan bagian yang menarik dan menonjol pada lead atau teras berita. Kemudian pada tubuh berita, barulah seluruh peristiwa dijelaskan secara lengkap dan berurutan dari fakta ke fakta yang ada.
Pada bagian penutup (walau tidak penting), baru disebutkan bagian-bagian yang sifatnya hanya sebagai pelengkap atau sampingan saja. Jadi, andaikata bagian atau hal-hal yang disebutkan di bagian penutup tidak disertakan, hal itu tidak akan mempengaruhi isi berita.
Sementara dalam berita ringan dan berita kisah, penulisannya tidak tergantung dengan struktur semacam itu. Berita ringan dan berita kisah menganut struktur bebas, yaitu tidak berpegang pada ketentuan “persoalan penting di bagian atas” dan “persoalan tidak penting di bagian belakang”.
Dari Mana Sumbernya?
Berita diperoleh wartawan tidak saja dari peristiwa yang dilihat dengan mata kepalanya sendiri, tapi juga diperoleh dari banyak sumber lainnya.
Berdasarkan masalahnya, berita dapat dibagi dalam beberapa macam atau jenis berita. Antaralain berita politik, berita ekonomi, berita kejahatan (kriminal), berita olahraga, berita militer, berita pendidikan, berita pengadilan (hukun) dan berita keagamaan.
Masing-masing jenis berita itu mempunyai sumber-sumber tersendiri. Misalnya, berita-berita kejahatan (kriminal) termasuk di dalamnya berita-berita tentang kecelakaan lalulintas, sumbernya ada di kantor polisi. Berita-berita pengadilan, sumbernya tentu ada di pengadilan.
Disamping mencatat data-data yang diperoleh sendiri, berita juga diperoleh dengan kerja wawancara. Bahkan wawancara memiliki peranan sangat penting. Hampir sebagian besar isi suratkabar dan majalah atau media pers lainnya, diperoleh dari hasil kerja wawancara.
Berita sebagian besar diperoleh dari hasil wawancara pada sumber-sumber berita, terkecuali berita-berita yang diperoleh melalui release, siaran pers atau pengumuman dari suatu instansi, lembaga dan sebagainya. (SEA) ***
Tajuk Rencana
TAJUK RENCANA merupakan pernyataan dan tanggapan dari media pers itu sendiri mengenai fakta dan opini yang ada dan sedang berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Di dalam buku Editorial Writing, Lyle Spencer mengemukakan, tajuk rencana adalah pernyataan mengenai fakta dan opini secara singkat, logis, menarik ditinjau dari segi penulisan dan bertujuan untuk mempengaruhi pendapat atau memberikan interpretasi terhadap suatu berita yang menonjol, sehingga bagi kebanyakan pembaca suratkabar akan menyimak pentingnya arti berita yang diajukan tadi.
Jadi, tajuk rencana pada dasarnya merupakan ‘suara hati’ dari suratkabar atau media pers bersangkutan. Karena merupakan ‘suara hati’ yang berisi pendapat dan sikap media pers itu sendiri, maka penulisnya haruslah ‘orang-orang terpercaya’ atau redaktur-redaktur berkualitas.
Biasanya penulis tajuk rencana adalah pemimpin redaksi atau wakilnya. Tetapi tidak sedikit media pers yang mempercayakan penulisan tajuk rencananya kepada redaktur-redaktur senior yang memiliki wawasan luas.
Apa fungsi atau tujuan tajuk rencana? Menurut William Pinkerton dari Harvard University, tajuk rencana atau editorial mempunyai empat fungsi utama (tujuan). Hal yang sama dikemukakan juga oleh Dja’far H Assegaf dalam bukunya Jurnalistik Masa Kini. Baik William Pinkerton maupun Dja’far H Assegaf sama-sama mengatakan, keempat fungsi utama itu meliputi: menjelaskan berita (Explaining the News), menjelaskan latar belakang (Filling in Background), meramalkan masa depan (Forecasting the Future), dan menyampaikan pertimbangan moral (Passing Moral Judgmen).
Fungsi menjelaskan berita, artinya penulis tajuk rencana bertindak sebagai seorang guru yang menjelaskan sesuatu berita atau peristiwa. Penjelasan itu dimaksudkan agar pembaca mengetahui apa sesungguhnya yang diinginkan dari isi berita tersebut.
Fungsi menjelaskan latar belakang, artinya tajuk rencana memberikan kaitan sesuatu berita dengan kenyataan-kenyataan sosial lainnya. Penulis tajuk rencana melengkapi berita tersebut dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi.
Fungsi meramalkan masa depan, artinya penulis tajuk rencana menjadi futuris dengan analisanya mencoba memberikan ramalan apa yang akan terjadi. Dengan demikian masyarakat akan dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi persoalan yang diramalkan akan muncul di masa depan.
Sedangkan fungsi menyampaikan pertimbangan moral, artinya si penulis tajuk rencana memberikan penilaian dan sikapnya atas sesuatu peristiwa. Dalam penilaian ini penulis harus mampu tampil untuk mewakili apa yang sesungguhnya ada dalam hati nurani masyarakat.
Delapan Sifat Tajuk Rencana
Tentang bentuk dan jenis tajuk rencana, Dja’far H Assegaf membaginya dalam delapan sifat.
1. Bersifat memberikan informasi semata. Tajuk rencana semacam ini hanya sekadar memberikan informasi tanpa menyebutkan secara jelas bagaimana sikapnya terhadap kebijakan dalam berita tersebut.
2. Bersifat menjelaskan. Tajuk rencana ini hampir serupa dengan interpretasi yang memberikan penjelasan kepada suatu peristiwa atau berita.
3. Bersifat memberikan argumentasi. Tajuk rencana seperti ini bersifat analitis dan kemudian memberikan argumentasi mengapa sampai terjadi sesuatu hal dan apa akibatnya.
4. Bersifat menjuruskan timbulnya aksi. Tajuk rencana ini mendorong timbulnya aksi dari masyarakat. Artinya, si penulis tajuk ingin menjuruskan suatu tindakan secara cepat dari masyarakat.
5. Bersifat jihad. Tajuk rencana yang bersifat jihad ini biasanya ditulis secara berturut-turut dengan melontarkan sikap atau pandangan yang tegas dan jelas terhadap sesuatu masalah. Misalnya, bagaimana mengantisipasi judi, pelacuran, kejahatan dan sebagainya.
6. Bersifat membujuk. Tajuk rencana ini dengan cara dan gaya yang halus berusaha membujuk masyarakat untuk mengambil tindakan atau membentuk pendapat umum.
7. Bersifat memuji. Tajuk rencana seperti ini menekankan pada pujian atas suatu prestasi yang terjadi di masyarakat.
8. Bersifat menghibur. Tajuk rencana ini lebih banyak bercerita tentang human interest story.
Sekarang apa saja yang harus dilakukan oleh penulis tajuk rencana atau editorial? Konferensi para penulis editorial tahun 1974 di Amerika Serikat menegaskan, tugas utama para penulis tajuk rencana adalah memberikan informasi dan bimbingan ke arah demokrasi yang sesungguhnya. Untuk itu para penulis tajuk rencana diharuskan senantiasa memiliki integritas diri dan integritas profesinya.
Konferensi penulis editorial itu juga merekomendasikan sejumlah langkah atau petunjuk yang harus dilakukan oleh para penulis tajuk rencana atau editorial.
Pertama, penulis editorial (tajuk rencana) harus menyajikan fakta-fakta yang jujur dan tuntas. Editorial yang tidak benar adalah tidak jujur dan tidak bernilai. Dia tidak boleh salah membimbing pembacanya,mengacaukan situasi, atau menempatkan seseorang dari sudut pandang yang salah.
Kedua, penulis editorial (tajuk rencana) harus mengambil kesimpulan obyektif dari fakta-fakta yang disajikan,berdasarkan bobot bukti dan berdasarkan konsep yang menurutnya bagus.
Ketiga, penulis editorial (tajuk rencana) tidak dibenarkan terpengaruh oleh kepentingan pribadi atau memanfaatkan pengaruhnya untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Dia harus mempertahankan hal-hal di atas diri sendiri dari kemungkinan penyelewengan, apa pun sumbernya.
Keempat, penulis editorial (tajuk rencana) harus menyadari dirinya tidak sempurna. Oleh karena itu, sejauh masih di dalam kekuasaannya, dia harus menyuarakan kepada mereka yang tidak setuju dengannya di dalam kolom surat pembaca atau dengan alat-alat lainnya.
Kelima, penulis editorial (tajuk rencana) secara teratur harus mengulas kesimpulannya sendiri dalam kaitannya dengan informasi yang dapat diperolehnya. Dia harus mengoreksi kesimpulan tersebut dan menemukannya atas dasar kesalahpahaman sebelumnya.
Keenam, penulis editorial (tajuk rencana) harus punya keberanian yang teguh dan filosofi hidup demokrasi. Dia tidak boleh menulis atau menerbitkan apa pun yang bertentangan dengan hati nurani. Banyak halaman editorial merupakan produk pikiran orang banyak, tetapi pertimbangan kolektif yang bagus dapat dicapai lewat pertimbangan individual. Oleh sebab itu, opini individual yang mendalam harus dihormati.
Ketujuh, penulis editorial (tajuk rencana) harus membantu temannya dalam konteks kesetiaan terhadap integritas takaran profesionalisme yang tinggi. Reputasinya adalah reputasi mereka dan reputasi mereka adalah miliknya. (Willian L. Rivers, Bryce Mc Intyre, Alison Work, Editorial, Remaja Rosdakarya, 1994). ---------(SEA)
***