Kamis, 09 April 2020

SEPUTAR PENULISAN ARTIKEL


SEPUTAR PENULISAN ARTIKEL

            APA yang dimaksud dengan artikel?
            Artikel suatu tulisan yang non-editorial. Artinya, artikel merupakan isi surat kabar atau media pers yang bukan dihasilkan oleh kerja redaksi atau wartawan media itu sendiri, sebagaimana halnya berita. Akan tetapi itu bukan berarti redaktur atau wartawan lantas dilarang menulis artikel.
            Sebagai isi surat kabar yang di luar kerja keredaksian, maka artikel sebagian besar datang dari luar lingkungan keredaksian surat kabar atau media pers tersebut. Artikel datang dari penulis-penulis di luar surat kabar atau media pers yang ingin mengemukakan gagasan, ide dan berbagai pemikiran lainnya.
            Secara singkat, artikel merupakan suatu tulisan yang bermaksud menyampaikan gagasan dan fakta. Tujuannya untuk menggugah, meyakinkan, mengajarkan dan juga menghibur.
            Berbeda dengan isi surat kabar atau media pers yang lain, artikel memiliki sifat lebih luwes dan terbuka. Jika isi surat kabar lainnya seperti berita, feature dan reportase berusaha menghindarkan diri dari perangkap opini, tidak demikian halnya dengan artikel.
            Karena artikel merupakan wujud dari gagasan atau ide dan pemikiran-pemikiran yang disampaikan penulisnya, maka sudah barang tentu opini atau pendapat pribadi penulis yang 'bermain' di dalamnya. Oleh sebab itu, artikel selalu ditempatkan pada tempat atau halaman yang sama dengan kolom 'tajuk rencana'.

            Menentukan Tema Artikel
            Apa yang harus diperhatikan terlebih dulu sebelum memulai menulis artikel? Pertama kali yang harus diperhatikan adalah gagasan atau ide yang akan dijadikan tema penulisan. Tanpa tema, suatu artikel tidak akan jelas apa maunya. Penulisnya sendiri pun akan kerepotan untuk mengarahkan dan membawa ke mana arah serta alur gagasan dan pemikiran-pemikirannya bila ia menulis tanpa tema yang jelas.
            Suatu tema atau topik akan berhasil dikerjakan, apabila penulis sudah berhasil memadukan jawaban dari dua pertanyaan: apa dan bagaimana. Tema atau masalah apa yang akan ditulis? Dan, bagaimana dengan pokok bahasan atau analisanya?
            Ada baiknya, tema atau topik dibawa pada daerah pembahasan yang kecil atau sempit. Membawa tema ke sudut pembicaraan yang menyempit, akan membantu mempermudah dalam mengutarakan pembahasan. Misalnya, tema "Meningkatkan peran serta guru dalam pendidikan budi pekerti" memiliki daerah pembahasan yang sempit dibanding tema "Meningkatkan peran serta guru dalam pembangunan bangsa".
            Di mana mencari tema?
            Tema ada di mana-mana. Tema senantiasa berada di seputar kehidupan kita. Tema atau topik suatu artikel dapat dicari dari hal-hal atau permasalahan-permasalahan yang sedang berkembang (hangat) di tengah-tengah masyarakat, perkembangan-perkembangan di dunia internasional, pada literatur-literatur ilmu pengetahuan, dan lain-lainnya. Tidak jarang pula tema artikel tersebut diperoleh dari berita di surat kabar atau media pers.
            Setiap penulis atau calon penulis artikel dituntut untuk peka dan tanggap terhadap berbagai perkembangan yang terjadi di sekitarnya. Baik perkembangan politik nasional maupun internasional, tatanan moral di tengah masyarakat, persoalan-persoalan pendidikan, permasalahan-permasalahan hukum, perilaku sosial dan semacamnya. Oleh karena itu setiap calon penulis atau penulis artikel harus rajin memasang 'telinga' dan 'mata'nya untuk mendengar dan melihat topik-topik apa yang sedang hangat jadi perbincangan.
            Misalnya, tentang meningkatnya kejahatan di kalangan remaja yang sedang jadi perbincangan para pakar, baik pakar maupun pakar hukum maupun pakar-pakar ilmu sosial. Kenapa kita tidak mencoba 'campur tangan' ikut membicarakannya dengan melontarkan gagasan-gagasan atau ide-ide yang mungkin bermanfaat bagi penanggulangannya? Atau mungkin kita memiliki pengalaman dan pengetahuan yang bersinggungan dengan 'dunia kejahatan di kalangan remaja' itu, sehingga tahu persis bagaimana seluk-beluk dan permasalahan yang ada di dalamnya. Pengetahuan mengenai hal itu sangat bermanfaat bila kemudian diuraikan atau disampaikan lagi kepada masyarakat luas melalui artikel di surat kabar (media pers).
            Sedang untuk artikel yang temanya berasal dari isi berita di surat kabar (media pers), penulis hendaknya lebih menekankan pada makna dari berita tersebut, serta memberikan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin akan terjadi.
            Pada artikel semacam ini, biasanya opini penulis tidak selalu mendominasi di dalamnya. Penulis bisa merangsang pembaca dengan penuturan rangkaian demi rangkaian yang ada di dalam peristiwa berita tersebut, guna sasaran memberikan gambaran lebih jelas lagi terhadap peristiwa itu sendiri.

            Pola Penulisan
            Artikel pada dasarnya suatu tulisan ilmiah populer. Dalam penulisannya, selama ini dikenal ada lima pola. Kelima pola itu meliputi pola pemecahan topik, masalah dan pemecahannya, kronologi, pendapat dan alasan pemikiran  serta pola pembandingan (Slamet Soeseno, 1980).
            Secara garis besarnya, kelima pola penulisan itu memiliki tujuan yang sama, membawa gagasan serta ide-ide kita kepada masyarakat pembaca, tetapi dengan cara pembahasan serta penelaahan yang berbeda. Kita tinggal memilih pola mana yang lebih mudah membawa gagasan sampai ke sasarannya.
            Sekarang, mari kita mencoba melihat kelima pola itu.
           
            Pola pemecahan topik
            Dalam pola ini, penulis mengambil pola atau cara penulisan dengan memecah suatu tema (topik) menjadi sub-sub tema atau bagian-bagian lebih kecil. Setiap sub-tema atau sub-topik harus dianalisa.
            Contoh tema: "Pengiriman tenaga guru ke daerah-daerah terpencil dan permasalahannya". Tema ini dipecah menjadi beberapa sub-tema. Misalnya, guru seperti apa dan bagaimana sebaiknya dikirim (sub-tema 1), perlu atau tidaknya pendidikan tambahan bagi guru (sub-tema 2), serta bagaimana cara menjaga keselamatan kerja mereka (sub-tema 3), dan sub-sub tema lainnya. Setiap sub-tema dianalisa dan dibahas.

            Pola masalah dan pemecahannya
            Dalam pola ini, penulis harus mengemukakan  suatu masalah dan kemudian menganalisa pemecahan-pemecahannya.
            Contoh tema: "Melawan hama wereng". Dengan pola ini, penulis dapat mengemukakan makhluk macam apa yang disebut hama wereng itu. Kenapa ia jadi gemar 'menggoda' tanaman padi? Lantas, bagaimana cara mencegah dan mengatasinya? Penulis dapat memberikan pemecahannya dengan memaparkan cara-cara melawan atau memusnahkannya.
           
            Pola kronologi
            Pola ini mengajak penulis untuk memaparkan urutan peristiwa demi peristiwa secara kronologis.
            Contoh tema: "Pemberontakan Moro di Filipina Selatan". Penulis dapat memaparkan sejarah suku-bangsa Moro dan asal mula kedatangan agama Islam, sejak kapan mereka dinyatakan sebagai orang Filipino (bangsa Filipina), padahal mereka meyakini diri sebagai orang Melayu. Kenapa mereka memberontak atau ingin memisahkan diri, seberapa jauh perlawanan mereka terhadap pemerintah Filipina, mengapa terjadi perpecahan di antara mereka, dan bagaimana perkembangannya terakhir sekarang?

            Pola pendapat dan alasan pemikiran
            Dalam pola ini, penulis lebih 'memainkan' pendapatnya terhadap suatu permasalahan dan kemudian memaparkan alasan-alasan pendapatnya itu. Penulis mengemukakan pendapatnya sendiri tentang sesuatu masalah atau tema yang digarap, dan kemudian menyampaikan alasan-alasan atau dalil-dalil kenapa pendapatnya itu diyakini.
            Contoh tema: "Penerapan Kurikulum 2013 dan permasalahan-permasalahannya". Penulis misalnya, merupakan seseorang yang keberatan dengan diberlakukannya Kurikulum 2013 dalam proses pendidikan di sekolah. Untuk itu penulis harus mengemukakan pendapatnya tentang Kurikulum 2013 itu. Kalau penulis berpendapat bahwa Kurikulum 2013 itu tidak layak diberlakukan, maka ia harus menjelaskan atau memaparkan alasan-alasan pendapatnya itu.

            Pola pembandingan
            Dalam pola ini, penulis memaparkan tentang persamaan dan perbandingan dari dua aspek atau mungkin lebih dari suatu tema.
            Contoh tema: "Organisasi guru dan guru". Penulis mengemukakan dua aspek dari tema yang ditulisnya. Misalnya, aspek pertama: dengan adanya organisasi guru seberapa jauh perannya bagi peningkatan kesejahteraan guru. Sedang aspek kedua: andai tidak ada organisasi guru seberapa jauh pula pengaruhnya bagi peningkatan kesejahteraan guru. Andai ada persamaan di antara kedua aspek itu, maka penulis harus menguraikannya secara jelas. Demikian pula bila ada perbedaan-perbedaan di antara kedua aspek itu, hal itu juga harus diuraikan.
            Struktur Artikel
            Pada umumnya dalam struktur tulisan artikel terdapat bagian-bagian seperti: judul, pendahuluan, tubuh dan penutup.
           
            Judul
            Judul suatu artikel haruslah memiliki daya rangsang yang cepat. Judul harus mewakili isi tulisan atau artikel secara singkat, tepat dan jelas. Usahakan jangan membuat judul terlalu panjang. Karena judul yang panjang bisa melelahkan pembaca. Buatlah yang pendek, tapi jelas maknanya.

           

            Pendahuluan
            Pendahuluan bagi suatu artikel hanyalah bermakna implisit. Artinya, dengan pendahuluan itulah suatu gagasan akan berangkat. Jadi, tidak perlu  dituliskan di bagian paling awal dari artikel sederet huruf bertuliskan: Pendahuluan.
            Kalimat demi kalimat di dalam bagian pendahuluan harus mampu memancing dan menarik minat baca pembaca untuk terus mengikuti artikel tersebut.
            Banyak pola untuk membuat pendahuluan ini. Pola-pola itu merupakan gaya atau cara seorang penulis untuk merangsang pembaca. Di antaranya: pola ringkasan, pernyataan yang mengejutkan (menonjol), penggambaran (pelukisan), anekdot, bertanya, kutipan dan amanat atau nasehat langsung.
            Pola ringkasan - Dengan pola ini, pada pendahuluan, tema atau topik beserta pokok-pokok bahasannya dikemukakan. Hal ini sekadar memberikan gambaran kepada pembaca tentang apa yang ingin disampaikan.
            Pola pernyataan yang mengejutkan (menonjol) - Misalnya, penulis memilih tema tentang "Membasmi kejahatan". Dengan pola ini, pada bagian pendahuluan, misalnya penulis mengemukakan kalimat-kalimat seperti ini: Pelaku kejahatan sekarang benar-benar tidak bermoral. Bayangkan, di samping menjarah barang-barang, korban pun kadangkala harus menderita kerugian yang lain. Seorang ibu rumah tangga telah diperkosa tiga perampok di depan mata suaminya yang terikat tak berdaya. Peristiwa yang terjadi pekan lalu di kota B ini dan  dilansir banyak surat kabar tersebut, tentu bukan satu-satunya peristiwa kejahatan yang membuat dada kita sesak. Berpuluh-puluh peristiwa serupa terjadi di banyak tempat pula.
            Pola penggambaran (pelukisan) - Penulis mengawali artikel tersebut dengan memberikan gambaran atau melukiskan  sesuatu, baik yang sudah terjadi atau sedang terjadi.
            Pola anekdot - Penulis berupaya menghibur pembaca dengan pendahuluan yang berusaha memancing tawa dan senyum.
            Pola bertanya - Penulis ajukan pertanyaan yang menggoda pembaca untuk mengetahui apa jawabnya.
            Pola kutipan - Penulis dapat mengambil ucapan atau tulisan seseorang yang ternama (tokoh). Misalnya, ucapan atau pendapat Bung Karno tentang revolusi, cinta, kebudayaan dan lainnya.
            Pola amanat (nasehat langsung) - Penulis dapat berakrab-akrab bersama pembaca dengan cara memberitahu atau menasehati (tidak menggurui). Misalnya, artikel tentang kesehatan "Mencoba Melawan Maag". Pada pendahuluannya, penulis dapat menulis seperti ini: Anda sudah makan? Kalau belum, ayo cepat-cepat, jangan sampai terlambat. Sebab, terlambat makan itu berbahaya.

            Tubuh
            Tubuh di dalam artikel berisi semua gagasan, pemikiran-pemikiran, ide, ungkapan-ungkapan peristiwa yang akan dituturkan kembali , dan semua pokok permasalahan di dalam tema atau topik artikel tersebut. Untuk lebih mudahnya, di dalam artikel dibagi dengan beberapa sub-judul atau anak judul.

            Penutup
            Penutup juga bermakna implisit. Jadi, kata-kata 'penutup' ini (sebaiknya) tidak ditulis sebagai suatu istilah di dalam artikel. Penutup haruslah dinyatakan melalui kalimat-kalimat yang menyelesaikan artikel, dengan sasaran pembaca akan terbawa untuk berpikir, menjawab, mengingat dan memperdebatkan lagi dalam dirinya sendiri. ***
                                                            (Sutirman Eka Ardhana)
           

Kamis, 02 April 2020

TAJUK RENCANA Suara Hati Media Pers


          TAJUK RENCANA
        Suara Hati Media Pers





          TAJUK RENCANA merupakan pernyataan dan tanggapan dari media pers mengenai fakta dan opini yang ada dan sedang berkembang di tengah-tengah masyarakat.
          Dalam buku Editorial Writing,Lyle Spencer mengemukakan, tajuk rencana adalah pernyataan mengenai fakta dan opini secara singkat, logis, menarik ditinjau dari segi penulisan dan bertujuan untuk mempengaruhi pendapat atau memberikan interpretasi terhadap suatu berita yang menonjol, sehingga bagi kebanyakan pembaca surat kabar akan menyimak pentingnya arti berita yang diajukan tadi.
          Jadi, tajuk rencana pada dasarnya merupakan 'suara hati' dari surat kabar atau media pers bersangkutan. Karena merupakan 'suara hati' yang berisi pendapat dan sikap media pers itu sendiri, maka penulisnya haruslah 'orang-orang terpercaya' atau redaktur-redaktur berkualitas.
          Biasanya penulis tajuk rencana adalah pemimpin redaksi atau wakilnya. Tetapi tidak sedikit media pers yang mempercayakan penulisan tajuk rencananya kepada redaktur-redaktur senior yang memiliki wawasan luas.
         
          Fungsi atau Tujuan
          Apa fungsi atau tujuan tajuk rencana?
          Menurut William Pinkerton dari Harvard University, tajuk rencana atau editorial mempunyai empat fungsi utama (tujuan). Hal yang sama dikemukakan oleh Dja'far H. Assegaf dalam bukunya Jurnalistik Masa Kini. Baik William Pinkerton maupun Dja'far H Assegaf sama-sama mengatakan, keempat fungsi utama itu meliputi: menjelaskan berita (Explaining the News), menjelaskan latar belakang (Filling in Background), meramalkan masa depan (Forecasting the Future), dan menyampaikan pertimbangan moral (Passing Moral Judgmen).
          Fungsi menjelaskan berita, artinya penulis tajuk rencana bertindak sebagai seorang guru yang menjelaskan sesuatu peristiwa atau berita. Penjelasan itu dimaksudkan agar pembaca mengetahui apa sesungguhnya yang diinginkan dari isi berita tersebut.
          Fungsi menjelaskan latar belakang, artinya tajuk rencana memberikan kaitan sesuatu berita dengan kenyataan-kenyataan sosial lainnya. Penulis tajuk rencana melengkapi berita tersebut dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi.
          Fungsi meramalkan masa depan, artinya penulis tajuk rencana menjadi futuris dengan analisanya mencoba memberikan ramalan apa yang akan terjadi. Dengan demikian masyarakat akan dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi persoalan yang diramalkan akan muncul di masa depan.
          Sedangkan fungsi menyampaikan pertimbangan moral, artinya penulis tajuk rencana memberikan penilaian dan sikapnya atas sesuatu peristiwa. Dalam penilaian ini penulis tajuk rencana harus mampu tampil untuk mewakili apa yang sesungguhnya ada dalam hati nurani masyarakat.

          Jenis-jenis Tajuk Rencana
          Tentang jenis atau bentuk tajuk rencana, Dja'far H. Assegaf membaginya dalam delapan sifat.
          Pertama, yang bersifat memberikan informasi semata. Tajuk rencana semacam ini hanya sekadar memberikan informasi tanpa menyebutkan secara jelas bagaimana sikapnya terhadap kebijakan dalam berita tersebut.
          Kedua, yang bersifat menjelaskan. Tajuk rencana ini hampir serupa dengan interpretasi yang memberikan penjelasan kepada suatu peristiwa atau berita.
          Ketiga, bersifat memberikan argumentasi. Tajuk rencana seperti ini bersifat analitis dan kemudian memberikan argumentasi mengapa sampai terjadi sesuatu hal dan apa akibatnya.
          Keempat, bersifar menjurukan timbulnya aksi. Tajuk rencana ini mendorong timbulnya aksi dari masyarakat. Artinya, penulis tajuk rencana ingin menjuruskan suatu tindakan secara cepat dari masyarakat.
          Kelima, bersifat jihad. Tajuk rencana yang bersifat jihad ini biasanya ditulis secara berturut-turut dengan melontarkan sikap atau pandangan yang tegas dan jelas terhadap sesuatu masalah. Misalnya, bagaimana mengantisipasi judi, pelacuran, kejahatan, dan sebagainya.
          Keenam, bersifat membujuk. Tajuk rencana ini dengan cara dan gaya yang halus berusaha membujuk masyarakat untuk mengambil tindakan atau membentuk pendapat umum.
          Ketujuh, bersifat memuji. Tajuk rencana seperti ini menekankan pada pujian atas suatu prestasi yang terjadi di masyarakat.
          Kedelapan, bersifat menghibur. Tajuk rencana ini lebih banyak bercerita tentang human interest story.

          Langkah Penting
          Sekarang, apa saja yang harus dilakukan oleh penulis tajuk rencana atau editorial? Konferensi para penulis editorial tahun 1974 di Amerika Serikat menegaskan, tugas utama para penulis tajuk rencana adalah memberikan informasi dan bimbingan ke arah demokrasi yang sesungguhnya. Untuk itu para penulis tajuk rencana diharuskan senantiasa memiliki integritas diri dan integritas profesinya.
          Konferensi penulis editorial itu juga merekomendasikan sejumlah langkah penting atau petunjuk yang harus dilakukan oleh penulis tajuk rencana atau editorial.
          Pertama, penulis editorial (tajuk rencana) harus menyajikan fakta-fakta yang jujur dan tuntas. Editorial yang tidak benar adalah tidak jujur dan tidak bernilai. Dia tidak boleh salah membimbing pembacanya, tidak boleh mengacaukan situasi, atau tidak boleh menempatkan seseorang dari sudut pandang yang salah.
          Kedua, penulis editorial (tajuk rencana) harus mengambil kesimpulan obyektif dari fakta-fakta yang disajikan, berdasarkan bobot bukti dan berdasarkan konsep yang menurutnya bagus.
          Ketiga, penulis editorial (tajuk rencana) tidak dibenarkan terpengaruh oleh kepentingan pribadi atau memanfaatkan pengaruhnya untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Dia harus mempertahankan hal-hal di atas sendiri dari kemungkinan penyelewengan, apa pun sumbernya.
          Keempat, penulis editorial (tajuk rencana) harus menyadari dirinya tidak sempurna. Oleh karena itu, sejauh masih di dalam kekuasaannya, dia harus menyuarakan kepada mereka yang setuju dengannya di dalam kolom surat pembaca atau dengan alat-alat lainnya.
          Kelima, penulis editorial (tajuk rencana) secara teratur harus mengulas kesimpulannya sendiri dalam kaitannya dengan informasi yang dapat diperolehnya. Dia harus mengoreksi kesimpulan tersebut dan menemukannya atas dasar kesalahpahaman sebelumnya.
          Keenam, penulis editorial (tajuk rencana) harus punya keberanian yang teguh dan filosofi hidup demokrasi. Dia tidak boleh menulis atau menerbitkan apa pun yang bertentangan dengan hati nurani. Banyak halaman editorial merupakan produk pikiran orang banyak, tetapi pertimbangan kolektif yang bagus dapat dicapai lewat pertimbangan individual. Oleh sebab itu, opini individual yang mendalam harus dihormati.
          Ketujuh, penulis editorial (tajuk rencana) harus membantu temannya dalam konteks kesetiaan terhadap integritas takaran profesionalisme yang tinggi. Reputasinya adalah reputasi mereka dan reputasi mereka adalah miliknya. (William L. Rivers, Bryce Mc Intyre, Alison Work, Editorial, Remaja Rosdakarya, 1994). ***
                                                                                              (Sutirman Eka Ardhana)          

Selasa, 04 Februari 2020

SEPUTAR KEPENULISAN SAYA


                                   Salah satu buku kumpulan cerpen, 
                                   hasil dari dunia kepenulisan saya


SEPUTAR KEPENULISAN SAYA 

Saya suka menulis. Itu diawali dengan kesukaan saya membaca buku sejak bangku SMP dulu. Terus terang buku fiksi pertama yang membangun keinginan saya untuk suka menulis adalah buku kumpulan cerpen NH Dini berjudul “Dua Dunia” terbitan tahun 60-an. Ketika itu sekitar tahun 1967/1968.

Saya menulis hampir semua karya fiksi. Puisi, cerpen, dan novel (cerita bersambung). Saya pertama mengawali dengan menulis puisi, kemudian cerpen, novel (cerber). Ya, kebanyakan berkaitan dengan pengalaman hidup saya. Setidaknya emosi saya bersentuhan dengan apa yang saya tulis itu.


Bicara tentang ide dalam menulis, ide kepenulisan bisa didapat dari mana pun. Dari pengalaman-pengalaman kehidupan, dari lingkungan pergaulan, baik di kampung (tempat tinggal). Di lingkungan kerja atau di mana pun. Dari membaca atau mendengarkan beragam informasi di media pers cetak mapun di media televisi. Bahkan saya punya pengalaman, menemukan ide untuk menulis sebuah cerpen, setelah membaca suatu tulisan feature di kertas koran bekas pembungkus nasi di warung angkringan (warung kelas rakyat di Yogya). Ketika kertas koran pembungkus nasi itu saya lipat dan masukkan ke dalam tas, pemilik warung angkringan itu sempat menawari saya kertas koran yang masih bersih. Kalau ide itu saya temukan, ketika masih di jalanan, di warung atau di manapun, saya terlebih dulu mencatatnya di buku tentang ide apa yang muncul. Sekarang lebih mudah lagi, karena ide-ide itu bisa disimpan di hp.

Mulai di Bangku SMP 
Saya mulai suka menulis puisi di bangku kelas 3 SMP, dan dalam waktu relatif singkat ketika itu karya-karya puisi saya pernah muncul atau dibacakan di Radio Singapura. Setamat SMP saya ke Jawa, saya sekolah di Kebumen. Sejak kelas 2 dan 3 SMA saya mulai menulis puisi lagi, dan puisi-puisi saya kala itu dimuat di salah satu media mingguan yang terbit di Bandung. Ketika pindah ke Yogya, saya terus menulis. Dari puisi, berkembang ke cerpen, esai, dan kemudian novel (cerber).
 

Saya tidak punya resep kepenulisan yang khusus. Tapi saya selalu berusaha menghindari apa yang saya tulis itu tidak melukai atau menyakiti orang lain. Saya selalu berusaha untuk tidak menyudutkan, melecehkan, atau memperolok-olok orang lain (apalagi kelompok, etnis, keyakinan dan semacamnya). Saya berusaha karya tulisan saya menjaga ‘harmoni kebersama’ dalam kehidupan.Salah satu prinsip yang saya pegang adalah “menulis itu merupakan pekerjaan mulia, karena berbagi pengetahuan kepada orang lain”. Kaitannya dengan fiksi, menulis karya fiksi yang di dalamnya memiliki pesan pengetahuan bagi orang lain, misalnya pengetahuan tentang keberagaman budaya bangsa, pengetahuan tentang bagaimana memecahkan atau mencari jalan keluar bagi suatu persoalan, pengetahuan bagaimana tentang menata kehidupan menjadi lebih baik, pengetahuan bagaimana caranya menjalani kehidupan yang menyenangkan, pengetahuan tentang nilai, etika dan moral. Dan banyak hal lainnya lagi.


Kalau ingin menulis, ya saya menulis. Saya dapatkan ide. Lalu saya matangkan ide. Saya cari referensi, kalau itu diperlukan. Misalnya, tentang suatu kota, saya harus cari referensi tentang kota itu. Lalu, semuanya itu saya kembangkan dalam imajinasi. Di awal-awal dulu, saya selalu mempersiapkan sinopsis dari suatu karya fiksi cerpen atau novel. Mempersiapkan tokoh-tokoh cerita dengan karakternya masing. Tapi sekarang, saya tak terlalu ‘setia’ lagi dengan hal-hal seperti itu. Saya menulis saja, kemudian tokoh-tokoh dengan karakternya bisa muncul dalam seketika.

      Buat saya pribadi, dari sekian judul karya novel yang pernah saya tulis, saya ‘paling suka’ dengan novel “Surau Tercinta” yang terbit tahun 2002 (Penerbit Gita Nagari). Saya merasa tersanjung, ketika di berbagai kota banyak yang menulis skripsi tentang novel ini. Banyak yang menghubungi, berkirim surat, berkomunikasi, menelpon kepada saya. Dan bicara tentang cerita di dalam novel itu.

Bahan-bahan kepenulisan dalam berkarya saya peroleh di antaranya dengan mengumpulkan atau mencari referensi (kalau tulisan itu memang memerlukannya) dari data-data yang ada, misalnya bisa ke perpustakaan atau lewat data-data arsip maupun dokumentasi lainnya. Misalnya, saya pernah menulis sebuah novel berlatarbelakang dunia prostitusi. Judulnya “Maaf, Aku Terpaksa Jadi Pelacur”. Saya datang ke perpustakaan mencari arsip-arsip tulisan di koran tentang komplek prostitusi itu. Kapan konplek prostitusi itu muncul, siapa yang bertanggungjawab dengan keberadaannya, berapa banyak jumlah penghuninya, bagaimana penanganannya dari institusi pemerintah, dll.

Ada teman yang bilang, kalau ingin jadi penulis ya membacalah. Artinya, membaca adalah awal keberhasilan seorang penulis. Selain membaca, jalinlah pergaulan dengan siapapun, tentu pergaulan yang positif. Karena banyak membaca dan bergaul, akan semakin memperkaya pengalaman batin (pengalaman kehidupan). Kekayaan-kekayaana batin itu sangat menopang keberhasilan penulis dalam berkarya.

Jangan Mudah Putus Asa 
Kepada penulis muda atau siapa pun yang ingin jadi penulis, saya ingin katakan, jangan mudah putus asa. Menulis dan menulislah terus. Andai tulisannya ditolak oleh media, ya teruslah menulis, teruslah kirim karya-karyanya ke media. Putus asa adalah langkah menuju kegagalan. Dan, jangan terpaku pada media-media formal. Media-media di dunia maya (blog, jejaring-jejaring sosial, dll) bisa dijadikan ajang untuk menulis. Harus kerja kerasd, jangan mudah putus asa. Satu hal lagi, rajin membaca. Ini penting.

Fenomena kepenulisan kreatif di kalangan pelajar dan mahasiswa dewasa ini sungguh menggembirakan. Dewasa ini banyak bermunculan penulis-penulis muda potensial(berstatus mahasiswa), yang karya-karyanya sukses dan menggelitik. Peluang untuk menjadi penulis, sekarang ini terbuka luas seiring dengan perkembangan dan kemajuan di dunia teknologi informasi. Sekarang seseorang bisa menulis di manapun, di warung, ketika nongkrong di taman, di kampus, di rumah kost, atau tempat-tempat wisata, dengan laptop dan sejenisnya. Kalau dulu, semasa masih dengan mesik ketik, seseorang tak bisa menulis di sembarang tempat. Dulu hanya bisa menulis di kamar rumahnya, atau di kantor. Tapi sekarang semangat untuk menulis itu bisa muncul dan dilakukan di manapun, asalkan kita memiliki sarananya. Dan, itu semua sangat membantu bagi iklim kepenulisan anak-anak muda, pelajar dan mahasiswa.

*** Ketika di kelas saya sering memotivasi mahasiswa untuk menyukai dunia penulisan, dengan harapan agar kelak mereka benar-benar bisa menjadi penulis. Bahkan beberapa tahun lalu, saya sempat menggerakkan mahasiswa untuk membuat tugas penulisan, yang kemudian tugas penulisan itu diterbitkan menjadi buku. Ada beberapa judul buku yang sempat diterbitkan kala itu.
Barangkali, di lingkungan UIN Sunan Kalijaga ketika itu, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, khususnya jurusan KPI yang mengawali melakukan langkah menerbitkan buku seperti itu. Setelah saya, kemudian ada juga dosen di KPI yang melakukan hak serupa.***

 (Sutirman Eka Ardhana)