Cita-cita :Indonesia Raya”
Pernah Berkumandang di Malaya (Malaysia)
Oleh: Sutirman Eka Ardhana
SAMPAI hari ini kita masih tetap meyakini bahwa Indonesia, Malaysia (dulu Malaya), Brunei dan juga Filipina adalah bangsa yang serumpun. Keyakinan sebagai bangsa serumpun, yakni rumpun Melayu sudah dimiliki jauh sebelum negara-negara yang serumpun ini memiliki kedaulatannya sendiri sebagai bangsa yang merdeka.
Orang-orang Barat dulu menamakan Kepulauan Nusantara kita ini bersama-sama dengan Semenanjung Melayu (dulu Malaya dan kini Malaysia) dan pulau-pulau di sekitarnya sebagai Malay-Archipelago atau Kepulauan Melayu.
Jauh sebelum Indonesia mencapai kemerdekaan di tahun 1945, orang-orang Melayu di Malaya (Malaysia) telah meyakini dirinya sebagai satu bangsa dengan rakyat Indonesia. Keyakinan itu semakin kuat ketika di Indonesia kemudian menggelora semangat pergerakan kebangsaan untuk mencapai Indonesia Raya.
Warisan Masa Lalu
Sekitar tahun 1920-an cita-cita Melayu Raya pernah tumbuh di Malaya. Namun kemudian pemimpin-pemimpin muda Melayu terbakar pula semangatnya untuk mengembalikan kejayaan-kejayaan masa lalu dengan menegakkan warisan-warisan yang dimiliki Sriwijaya, Majapahit dan Melaka. Mereka merindukan bangkitnya kembali Kesatuan Nusantara yang pernah ditegakkan Sriwijaya dan Majapahit.
Semangat itu kian menggelora, setelah pemimpin-pemimpin muda Melayu itu melihat dan terpengaruh dengan semangat pergerakan kebangsaan yang bangkit di Indonesia. Semangat pergerakan untuk mencapai Indonesia Raya yang merdeka itu membakar dada segenap putera-putera Melayu di Malaya yang juga merindukan kemerdekaan.
Sejak itu cita-cita nasional “Indonesia Raya” digenggam oleh pemuda-pemuda Malaya. Bahkan pada tahun 1929, tidak sedikit pemuda-pemuda Malaya yang menggabungkan diri dan semangatnya di dalam wadah Persatuan Nasional Indonesia (PNI).
KesatuanMelayu Muda
Meskipun cita-cita nasional “Indonesia Raya” itu sudah tumbuh di tahun 1920-an, namun secara tegas baru dinyatakan pada tahun 1938 oleh Kesatuan Melayu Muda (Malay Youth Organization).
Pada tahun 1930-an, kesadaran nasional tumbuh secara meyakinkan di kalangan pemuda-pemuda Melayu, khususnya pemuda-pemuda yang progresif. Mereka lalu membangun gerakan-gerakan bawah tanah melawan Inggris.
Tahun 1938 di Malaya (Malaysia) berdiri Kesatuan Melayu Muda (KKM). Organisasi pemuda ini dalam perjuangannya tidak menyatakan setia kepada Sultan-sultan maupun Pemerintah Inggris yang berkuasa. Tetapi juga tidak menyatakan menolak kerjasama.
KMM menyatakan mereka berdiri hanya untuk membangkitkan kesadaran berbangsa bagi segenap orang-orang Melayu.
Yang tentu saja mengejutkan penguasa Inggris di masa itu, adalah sikap mereka yang menyatakan menghendaki bangkitnya kesadaran nasional secara besar, yakni “Melayu Raya”.
KMM mengartikan dan mendefinisikan “Melayu Raya” sebagai cita-cita nasional “Indonesia Raya”. Bahkan dipertegas oleh KMM, bahwa Malaya merupakan sebagian dari Indonesia yang dipisahkan oleh Belanda dan Inggris.
Penguasa Inggris yang melihat sepak-terjang KMM yang pada kenyataannya benar-benar tidak mau bekerjasama dengan Pemerintah Inggris, merasa khawatir dan menganggap KMM sebagai organisasi yang berbahaya. Bahkan pemimpin-pemimpin KMM seperti Ishak Haji Mohammad dan Ibrahim Yaacob secara terang-terangan menyatakan anti Inggris. Melihat hal itu sejumlah pemuka KMM ditahan atau ditangkap oleh Pemerintah Inggris.
Namunpun demikian KMM berkembang pesat di seluruh Malaya dan Singapura. Anggota-anggotanya pun tersebar sampai ke Riau (Indonesia) dan Brunei.
Menuntut kepada Jepang
Pada bulan April 1942, setelah balatentara Jepang mengusir Pemerintah Inggris, KMM dibubarkan oleh Pemerintah Tentara Jepang. Akan tetapi pemimpin-pemimpin dan anggota KMM melanjutkan perjuangan melawan Jepang.
Mereka bergabung di dalam gerakan-gerakan bawah tanah Malaya Peoples Anti Japanese Army (MPAJA). Sementara sejumlah pemimpin dan anggotanya lagi secara diam-diam menyelinap dan masuk menjadi pimpinan pasukan Malay Giyu Gun yang dibentuk Jepang di akhir tahun 1943.
Di masa kekuasaan Balatentara Jepang itu, semangat dan cita-cita KMM untuk mewujudkan “Indonesia Raya” tetap menggelora. Bahkan di luar dugaan Pemerintah Jepang, tokoh-tokoh KMM yang juga menjadi pemimpin Malay Giyu Gun mengajukan tuntutan kepada penguasa Jepang agar Malaya diikutsertakan di dalam kesatuan Indonesia Merdeka. Tuntutan tokoh-tokoh KMM itu diajukan pada awal tahun 1945, ketika sudah ada tanda-tanda Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
Di luar dugaan pula, pada bulan Juli 1945 tuntutan Malaya disatukan ke dalam wadah Indonesia Merdeka itu dikabulkan oleh Jepang. Kesediaan Jepang itu disambut gembira oleh pemuda-pemuda Malaya, khususnya KMM. Sehingga pada tanggal 8 Agustus 1945 bendera Merah Putih dikibarkan di Singapura. Pada bulan itu juga dikibarkan pada beberapa tempat lainnya di Malaya.
Serangkaian acara pun telah disusun ketika itu dalam rangkaian mewujudkan bergabungnya Malaya ke dalam Indonesia Raya. Pertemuan-pertemuan telah diadakan antara pemimpin-pemimpin nasionalis Melayu dengan pemimpin-pemimpin pergerakan Indonesia. Di antaranya pertemuan tanggal 13 Agustus 1945 di Taiping (Malaya).
Namun karena situasi wakti itu yang belum memungkinkan, mengakibatkan ketika proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dibacakan tanggal 17 Agustus 1945, Semenanjung Melayu atau Malaya belum dapat terikut-sertakan.
Adakan Kongres
Pada saat Jepang kepada pasukan Sekutu, semangat untuk bersatu di dalam kesatuan Indonesia Merdeka semakin membara. KMM pada bulan Agustus di tahun 1945 itu, tepatnya tanggal 15, 16 dan 17 menyelenggarakan kongres di Kuala Lumpur. Salah satu keputusan dari kongres KMM itu adalah meneruskan perjuangan kemerdekaan dan bersatu dengan Indonesia.
Sebagai tindak lanjut dari langkah perjuangan itu, pemimpin-pemimpin KMM dan kaum nasionalis Melayu lainnya lalu membentuk Partai Kebangsaan Melayu KMM dan kaum nasionalis Melayu lainnya lalu membentuk Partai Kebangsaan Melayu dan Malay Nationalist Party (MNP).
Pada tahun 1946 MNP mengadakan kongres. Salah satu keputusan kongres MNP itu adalah tuntutan masuknya Malaya ke dalam Indonesia. Bersamaan dengan itu berdirilah organisasi-organisasi kebangsaan lainnya, seperti Angkatan Pemuda Insyaf (API), dan Angkatan Wanita Sedar (AWAS) serta banyak lagi.
Pada dasarnya organisasi-organisasi tersebut mempunyai tujuan yang sama, mengenyahkan penguasa Inggris dan mewujudkan kesatuan Indonesia Merdeka di mana Malaya tergabung di dalamnya.
Ditindas
Akan tetapi cita-cita yang mulia itu gagal dan tak pernah terwujud hingga hari ini. Pemerintah Inggris lalu menindas gerakan MNP, API, AWAS, dan lain-lainnya, setelah terjadi perlawanan di tahun 1948. Tokoh-tokoh mereka ditangkap, dan organisasinya dibekukan.
Namun semangat perjuangan MNP dan sekutu-sekutunya tak pernah pudar. Meski dipatahkan di dalam negeri, mereka lalu membangun perjuangan di luar Malaya. Lalu di bulan Juni 1950, pejuang-pejuang Melayu itu mendirikan Kesatuan Malaya Merdeka (KMM) yang berkedudukan di luar Malaya. Dan, tokoh yang dipercayakan memimpin pergerakan itu itu Ibrahim Yaacob yang meneruskan perjuangan tersebut dari Indonesia.
Ibrahim Yaacob, seorang pemimpin nasional Melayu , tokoh KMM dan MNP yang sejak awal perjuangannya senantiasa membangkitkan semangat dan cita-cita “Indonesia Raya”. ***
(Dimuat Harian “Berita Nasional”, Sabtu, 3 Agustus 1985).
KET. GAMBAR: (di atas)
AWAS. Beberapa wanita Melayu yang tergabung di dalam Angkatan Wanita Sedar (AWAS) bergambar bersama sehabis pertemuan. AWAS merupakan kelanjutan dari perjuangan Kesatuan Melayu Muda. (Foto: Repro/Bernas)