Pertemuan ke-9
MEMPRODUKSI FILM (II)
Produksi
Tahapan produksi merupakan tahapan yang diisi dengan kegiatan-kegiatan
syuting (shooting) atau proses
pengambilan (perekaman) gambar adegan demi adegan sesuai skenario film.
Aktivitas di dalam tahapan produksi ini merupakan tanggungjawab Departemen
Penyutradaraan.
Sebelum kegiatan syuting dilakukan, haruslah terlebih dulu ditetapkan
tentang dialog, perlunya musik, dan efek suara. Ketiga hal ini merupakan hal
penting bagi tata suara film.
Dialog - Dialog di dalam
cerita film haruslah direkam. Proses perekaman dialog dapat dilakukan dengan
dua cara. Pertama, rekaman langsung (direct
sound). Kedua, rekaman tidak langsung (after
recording).
Rekaman langsung adalah rekaman langsung pada saat syuting dilakukan.
Dialog-dialog para pemainnya saat memainkan perannya di dalam syuting film
tersebut direkam secara langsung.
Rekaman tidak langsung adalah proses perekaman suara atau dialog yang
dilakukan di dalam studio. Jadi, dialog-dialog para pemain yang diucapkan saat
syuting tidak direkam, karena suara atau dialog-dialog itu nantinya tidak akan
digunakan di dalam film. Suara atau dialog yang digunakan adalah yang direkam
di studio.
Biasanya suara yang direkam adalah suara pengisi suara.
Musik – Musik punya peran
sangat penting bagi keberhasilan sebuah film. Elemen musik dapat memperkuat
makna dari suatu adegan di dalam film tersebut. Misalnya, adegan orang yang
sedang bersedih atau sebaliknya sedang berbahagia, dapat dengan segera masuk ke
emosi penonton berkat bantuan dari elemen musik tersebut.
Musik film terdiri dari dua jenis, yaitu illustrasi musik (music illustration), dan theme song.
Illustrasi musik bias didapatkan dari instrumen musik maupun bukan
instrumen musik yang sangat berperan dalam memperkuat dalam memperkuat suasana
pada cerita film tersebut.
Sedangkan theme song adalah
lagu yang menjadi bagian dari identitas film.
Efek Suara – Efek suara adalah
suara yang muncul dari sejumlah aktivitas di dalam film, seperti suara pintu
rumah ditutup, suara orang berjalan, suara benda jatuh, dan lainnya.
Hampir semua departemen atau unsur terlibat dalam proses produksi (syuting).
Tapi yang dominan adalah departemen penyutradaraan, departemen kamera,
departemen artistik, dan departemen suara. Meski semua departemen berperan,
departemen penyutradaraan memiliki tugas dan peran paling utama. Semuanya
berpusat pada departemen penyutradaraan. Departemen penyutradaraan melalui
komando sutradara memberikan berbagai ‘arahan’ kepada departemen-departemen
yang terlibat dalam proses syuting.
Kerjasama dan saling keterpaduan merupakan hal paling prinsip dalam
proses produksi film. Dalam setiap kali proses syuting, para pekerja di
masing-masing departemen yang terlibat harus saling memadukan atau menyamakan
langkah, demi tercapainya hasil syuting yang baik sesuai dengan konsep maupun
keinginan sutradara. Dan, semuanya mengacu atau berpedoman kepada script breakdown sheet.
Masing-masing departemen harus melihat pada script breakdown sheet atau lembaran-lembaran yang berisi semua
informasi mengenai setiap adegan di dalam film. Misalnya, untuk tanggal 1
Desember, di dalam script breakdown sheet
tertera lokasi syuting berada di tengah kebun yang penuh pepohonan rimbun,
waktunya siang hari, pemeran yang muncul di adegan itu (ada nomor adegan)
adalah tokoh utama lelaki dan tokoh utama perempuan, serta sejumlah keterangan
lainnya.
Dengan informasi di dalam script
breakdown sheet seperti itu, maka setiap departemen yang berperan harus
menyesuaikan tugas-tugasnya sehingga memenuhi hal-hal yang diperlukan sesuai
informasi yang ada. Departemen artistik harus menyusun atau menata lingkungan
lokasi syuting sesuai dengan kondisi yang diinginkan skenario. Penata busana
dan penata rias (yang terlibat di dalam departemen artistik) harus
mempersiapkan kostum pemeran dan tata riasnya sesuai dengan kondisi yang
tertera di dalam script breakdown sheet.
Meskipun di dalam script breakdown
sheet terdapat scene number (scene no) atau nomor adegan, aktivitas
syuting tidak harus terpaku dengan urutan nomor adegan tersebut. Jadi, apabila
syuting atau pengambilan gambar adegan nomor 15 sudah selesai, kegiatan syuting
berikutnya tidak harus untuk adegan nomor 16. Bisa jadi kegiatan syuting
berikutnya justru untuk adegan nomor 25, 30, dan lainnya lagi. Artinya, urutan
proses syuting atau pengambilan gambar tidak harus mengikuti alur cerita yang
ada di dalam naskah skenario, tapi selalu berpedoman kepada kesamaan lokasi.
Demi efektivitas kerja, urutan aktivitas syuting lebih mengutamakan pada
kesamaan lokasi. Misalnya, adegan nomor 15, 25, 30, 31, 34, dan 40 berada pada
lokasi yang sama atau berdekatan, karenanya aktivitas syuting pun dilakukan
untuk nomor-nomor adegan tersebut.
Peralihan syuting dari satu adegan ke adegan lain atau pergantian adegan,
selalu ditandai dengan clopper boards
yaitu papan berengsel yang diketukkan ketika syuting suatu adegan dan dialog
akan dimulai. Sebelum merekam adegan, kamera terlebih dulu terarah pada clopper boards tersebut. Di dalam clopper boards tertera informasi
mengenai scene, take, sound, date, ext,
dan int. Informasi-informasi itu
tertera dalam kolomnya sendiri-sendiri. Jadi, setiap pengambilan adegan akan
dimulai, seseorang yang bertanggungjawab terhadap clopper boards harus terlebih dulu mengetukkan clopper boards itu.
Di dalam kolom scene tertera
tulisan mengenai nomor adegan sesuai skenario; di kolom take tertulis nomor bagian adegan yang disyuting (diambil
gambarnya), misalnya scene 15, take 2; pada kolom sound (sound effects) tertera efek suara yang diperlukan, misalya
desau angin, suara kicau burung, dan lainnya; kemudian pada kolom ext dan int tertera sesuai lokasi syuting di luar ruangan atau di dalam
ruangan.
Selama proses syuting berlangsung ada petugas-petugas yang secara khusus
bertugas membuat laporan harian (sesuai jadwal syuting), seperti script supervisor yang membuat laporan
kondisi adegan per-adegan (script
continuity report), asisten kamera membuat laporan mengenai shot demi shot yang direkam kamera (camera
report), dan sound recordist yang
membuat laporan tentang kondisi tata suara (sound
sheet report).
Ada
beberapa istilah yang sering muncul dalam proses syuting, di antaranya:
Action – Kata-kata ini
diteriakkan sutradara sebagai perintah bahwa syuting dan adegan akan dimulai.
Camera right – Perintah
sutradara kepada pemain untuk berputar atau bergerak, sesuai dengan sudut
pandang kamera.
Cut – Perintah sutradara ketika
proses pengambilan gambar selesai. Dengan perintah ini, maka aktivitas kamera
dan sound berhenti.
Cut and hold – Perintah
sutradara agar akting pemain dihentikan, tetapi pemain tetapmasih ada di
posisinya semula. Dengan perintah ini, sutradara ingin terlebih dulu memeriksa
kondisinya, apakah semua sudah sesuai atau belum.
Roll (Roll em) – Aba-aba dari
asisten sutradara agar kamera dan peralatan lainnya siap, karena sutradara
sudah siap.
Wrap – Perintah atau aba-aba
bahwa aktivitas syuting di hari itu sudah selesai.
Pascaproduksi
Aktivitas penting dalam tahapan pascaproduksi ini adalah melakukan proses
editing, seperti mengedit gambar, melakukan mixing, dan lain-lain. Sebelum
melakukan proses editing, editor tentu sudah terlebih dulu melakukan pembicaraan
(diskusi) dengan sutradara mengenai apa dan bagaimana film tersebut. Untuk
mempermudah tugasnya, dalam melakukan kerja editing, editor akan berpegangan
pada laporan-laporan seperti script
continuity report, camera report, dan sound
sheet report.
Setelah semuanya selesai, janganlah lupa buat laporan secara lengkap
mengenai proses produksi film, dan laporan keuangan. *** (sutirman eka ardhana)
Suplemen:
How
To Start Your First Amateur Movie?
KENAPA harus membuat film? Karena film adalah bentuk
seni yang menggabungkan berbagai unsur seni lainnya, seperti fotografi, acting,
komputer grafis, desain grafis dan masih banyak lagi. Dengan membuat film, kita
hampir bisa mempelajari hal-hal tersebut sekaligus.
Membuat film akan memberikan apresiasi yang lebih luas
akan dunia gambar bergerak ini. Anda akan lebih menghargai film-film kelas 2
yang selama ini selalu dimaki-maki apabila Anda telah merasakan betapa sulitnya
membuat film. Kita akan semakin berdecak kagum menyaksikan film-film terbaik
yang dibuat oleh sineas-sineas kelas dunia. Tapi di atas semua itu, membuat
film itu adalah kegiatan yang sangat menyenangkan!
Tidak seperti film-film Hollywood
yang melibatkan budget besar dan konsep-konsep “penaklukan dunia”, kita dapat
membuat film sendiri tanpa tekanan dari pihak mana pun. Terima kasih pada
kemajuan teknologi, dengan sebuah handycam dan komputer rumah serta software
yang tepat, sebuah “gambar bergerak yang bercerita” dapat diproduksi.
Lupakan segala kekurangan yang ada; betapa buruknya
akting para pemain, suara yang tidak jelas terekam, dan jutaan movie
mistakes yang terjadi dalam satu adegan saja. It’s your first. It’s
amateur. It’s cheap. Pertanyaannya adalah, apakah Anda menikmati saat-saat
membuatnya? Kalau ya, maka ini adalah sebuah hobi yang sehat!
First thing first: Main
Rules to produce your first amateur movie:
1.
Anda harus enjoy dalam seluruh proses
pembuatannya.
2.
Jangan mengharapkan hasil yang
berlebihan.
3.
Jangan sekali-sekali menyakiti siapa pun
atau binatang apa pun! (Karena merekamnya dalam kamera akanmembahayakan diri
Anda sendiri).
What Makes the World
Go Round The Idea
Mencari ide untuk sebuah film itu susah-susah
gampang. Untuk film pertama kita,
beranjaklah dari hal-hal yang sederhan. Sederhana itu penting, karena bercerita
lewat media gambar untuk pertama kalinya tidaklah gampang. Kesederhanaan ide
akan mempermudah proses story telling film Anda.
Cobalah pikirkan bahwa Anda ingin menyampaikan sesuatu
pada teman dekat, keluarga, atau bahkan musuh Anda. Bagaimana Anda
mengatakannya? Cobalah menuliskannya dalam sebuah paragraph deskripsi. Atau
apakah Anda memiliki lelucon yang menurut Anda sangat lucu? Ingin mengejek
kehidupan seorang teman? Ingin mencurahkan uneg-uneg yang selama ini mengganggu
Anda?
Ide yang mudah untuk diraih adalah dengan mengacu pada
film favorit Anda. Suka The Sound of Music? Buatlah film musikal dengan
keluarga Anda. Atau Anda adalah penggemar Die Hard? Buat film pendek
mengenai penyanderaan bos Anda oleh teroris, yang berakhir dengan otak beliau
berserakan di lantai. Tentu hal ini akan sangat menghibur rekan-rekan di kantor
Anda (tapi tentu tidak dengan sang bos!).
Cobalah tuliskan semua ide itu dalam sebuah konsep
visual. Ide bisa dating dari mana saja, tapi terutama dari rasa iseng, cinta,
kesedihan, lelucon, dan kemarahan. Kalau biasa menulis di diary, kenapa tidak
mencoba memfilmkannya?
Hal-hal yang perlu diingat dalam mencari:
-
Jangan mencari ide yang sulit untuk
direalisasikan atau divisualisasikan.
-
Jangan takut untuk meniru ide lain selama
film ini hanya untuk dikonsumsi secara pribadi dan oleh kerabat Anda tanpa
harus membayar sepeser pun.
-
Carilah ide tentang sesuatu yang
benar-benar Anda ketahui hingga tidak terlalu membingungkan pada saat
diproduksi nanti.
The blue print of
movie: A Script
Setelah ide brilian Anda ditemukan, maka cobalah untuk
menuliskannya menjadi naskah.
Untuk menghindari jalan cerita yang melenceng,
beranjaklah dari kerangka karangan. Setelah itu, mengaculah pada kerangka
tersebut untuk mengembangkan naskah Anda.
Tidak perlu menggunakan format yang baku, cukup seperti format drama yang Anda
pelajari di sekolahan. Tetapkanlah seting (tempat), pemeraqn (jika ada),
properti (jika dibutuhkan) serta beberapa alternatif sudut pengambilan kamera
yang mendasar.
Beberapa sudut pengambilan kamera dan efeknya:
-
Wide shoot: pengambilan gambar
secara luas ini bertujuan menunjukkan tempat kejadian. Gaya ini juga memberikan ruang bagi objek
untuk bergerak.
-
Medium shoot: pengambilan gambar yangmemberikan
kesan intim antara satu objek dengan
objek lain, dimana keterngan tempat hanya mendapat porsi sekunder di sini.
-
Close-up: pengambilan jarak dekat
yang sangat intim. Pengambilan gambar ini ingin melibatkan penontonnya terhadap
emosi yang ingin disampaikan.
-
High angle: mengambil gambar
dengan posisi kamera berada di atas objek. Hal ini biasanya dilakukan untuk
membuat objek menjadi seimbang dengan lingkungannya (tidak menjadi perhatian
utama lagi).
-
Low angle: dilakukan untuk membuat
objek tampak penting dan tampak lebih besar dibandingkan dengan lingkungannya.
-
Eye level: sudut kamera sejajar
dengan objek ini ditujukan untuk mewakilkan sudut pandang penonton, sehingga
tingkat keterlibatan penonton pun terbangun.
Naskah haruslah memberikan gambaran visual terhadap
cerita. Jika diceritakan sang tokoh utama merasa malu, cobalah gambarkan gerak-gerik
tersipu, atau tambahkan dialog yang menjelaskan hal itu. Tapi awas, jangan
sampai menjelaskan suatu hal dua kali tanpa ada tujuan tertentu.
Contoh sederhana: ketika seorang wanita mendengarkan
sebuah gosip ketika ia berbelanja di pasar, ia kemudian mengulang cerita yang
ia dengar kepada tetangganya. Hal tersebut sangat tidak efektif. Kita bercerita
pada penonton dua kali mengenai hal yang sama, sementara dengan waktu yang
terbuang kita bisa menceritakan lebih banyak hal.
Dalam contoh kasus di atas, setelah peristiwa gosip di
pasar, kita bisa langsung berpindah pada adegan dimana tetangganya sedang
tertawa karena mendengar kisah itu.
Hal-hal yang perlu diingat dalam menulis naskah:
-
Tetaplah mengacu pada tujuan dan ide
awal, kecuali selama penulisan muncul ide baru yang lebih brilian (setidaknya
bagi Anda).
-
Ingatlah selalu, menulis naskah berarti
menulis naskah kembali. Tidak ada naskah yang tidak mengalami revisi. Naskah
yang baik tentu saja naskah yang lahir dari berkali-kali evaluasi.
-
Jangan terlalu memberikan visualisasi
yang baku
karena karena akan menghambat proses kreatif penyutradaraan.
Dalam film amatiran, naskah tidak menjadi kebutuhan baku yang harus dipatuhi.
Tapi untuk menumbuhkan disiplin, ada baiknya jika kita mempelajari format naskah
yang baik dan benar, dan berpegang teguh pada hal itu selama syuting. Karena
menulis naskah adalah pekerjaan yang dapat Anda tekuni secara serius menjadi
karir. Tapi santai saja, dalam proyek film pertama kita, yang penting adalah have
fun with it!
Sumber: Adri Martin, How to Start Your First
Amateur Movie?, Movie
Monthly, edisi 23/Mei 2004.