Salah satu buku kumpulan cerpen,
hasil dari dunia kepenulisan saya
SEPUTAR KEPENULISAN SAYA
Saya suka menulis. Itu diawali dengan kesukaan saya membaca buku sejak bangku SMP dulu. Terus terang buku fiksi pertama yang membangun keinginan saya untuk suka menulis adalah buku kumpulan cerpen NH Dini berjudul “Dua Dunia” terbitan tahun 60-an. Ketika itu sekitar tahun 1967/1968.
hasil dari dunia kepenulisan saya
SEPUTAR KEPENULISAN SAYA
Saya suka menulis. Itu diawali dengan kesukaan saya membaca buku sejak bangku SMP dulu. Terus terang buku fiksi pertama yang membangun keinginan saya untuk suka menulis adalah buku kumpulan cerpen NH Dini berjudul “Dua Dunia” terbitan tahun 60-an. Ketika itu sekitar tahun 1967/1968.
Saya menulis
hampir semua karya fiksi. Puisi, cerpen, dan novel (cerita bersambung). Saya
pertama mengawali dengan menulis puisi, kemudian cerpen, novel (cerber). Ya,
kebanyakan berkaitan dengan pengalaman hidup saya. Setidaknya emosi saya
bersentuhan dengan apa yang saya tulis itu.
Bicara tentang
ide dalam menulis, ide kepenulisan bisa didapat dari mana pun. Dari
pengalaman-pengalaman kehidupan, dari lingkungan pergaulan, baik di kampung
(tempat tinggal). Di lingkungan kerja atau di mana pun. Dari membaca atau
mendengarkan beragam informasi di media pers cetak mapun di media televisi.
Bahkan saya punya pengalaman, menemukan ide untuk menulis sebuah cerpen,
setelah membaca suatu tulisan feature di kertas koran bekas pembungkus nasi di
warung angkringan (warung kelas rakyat di Yogya). Ketika kertas koran
pembungkus nasi itu saya lipat dan masukkan ke dalam tas, pemilik warung
angkringan itu sempat menawari saya kertas koran yang masih bersih. Kalau ide itu
saya temukan, ketika masih di jalanan, di warung atau di manapun, saya terlebih
dulu mencatatnya di buku tentang ide apa yang muncul. Sekarang lebih mudah
lagi, karena ide-ide itu bisa disimpan di hp.
Mulai di Bangku SMP
Saya mulai suka
menulis puisi di bangku kelas 3 SMP, dan dalam waktu relatif singkat ketika itu
karya-karya puisi saya pernah muncul atau dibacakan di Radio Singapura. Setamat
SMP saya ke Jawa, saya sekolah di Kebumen. Sejak kelas 2 dan 3 SMA saya mulai
menulis puisi lagi, dan puisi-puisi saya kala itu dimuat di salah satu media
mingguan yang terbit di Bandung. Ketika pindah ke Yogya, saya terus menulis.
Dari puisi, berkembang ke cerpen, esai, dan kemudian novel (cerber).
Saya tidak punya
resep kepenulisan yang khusus. Tapi saya selalu berusaha menghindari apa yang
saya tulis itu tidak melukai atau menyakiti orang lain. Saya selalu berusaha
untuk tidak menyudutkan, melecehkan, atau memperolok-olok orang lain (apalagi
kelompok, etnis, keyakinan dan semacamnya). Saya berusaha karya tulisan saya
menjaga ‘harmoni kebersama’ dalam kehidupan.Salah satu prinsip yang saya pegang
adalah “menulis itu merupakan pekerjaan mulia, karena berbagi pengetahuan
kepada orang lain”. Kaitannya dengan fiksi, menulis karya fiksi yang di
dalamnya memiliki pesan pengetahuan bagi orang lain, misalnya pengetahuan
tentang keberagaman budaya bangsa, pengetahuan tentang bagaimana memecahkan
atau mencari jalan keluar bagi suatu persoalan, pengetahuan bagaimana tentang
menata kehidupan menjadi lebih baik, pengetahuan bagaimana caranya menjalani
kehidupan yang menyenangkan, pengetahuan tentang nilai, etika dan moral. Dan
banyak hal lainnya lagi.
Kalau ingin
menulis, ya saya menulis. Saya dapatkan ide. Lalu saya matangkan ide. Saya cari
referensi, kalau itu diperlukan. Misalnya, tentang suatu kota, saya harus cari
referensi tentang kota itu. Lalu, semuanya itu saya kembangkan dalam imajinasi.
Di awal-awal dulu, saya selalu mempersiapkan sinopsis dari suatu karya fiksi
cerpen atau novel. Mempersiapkan tokoh-tokoh cerita dengan karakternya masing.
Tapi sekarang, saya tak terlalu ‘setia’ lagi dengan hal-hal seperti itu. Saya
menulis saja, kemudian tokoh-tokoh dengan karakternya bisa muncul dalam
seketika.
Bahan-bahan
kepenulisan dalam berkarya saya peroleh di antaranya dengan mengumpulkan atau
mencari referensi (kalau tulisan itu memang memerlukannya) dari data-data yang
ada, misalnya bisa ke perpustakaan atau lewat data-data arsip maupun
dokumentasi lainnya. Misalnya, saya pernah menulis sebuah novel
berlatarbelakang dunia prostitusi. Judulnya “Maaf, Aku Terpaksa Jadi Pelacur”.
Saya datang ke perpustakaan mencari arsip-arsip tulisan di koran tentang
komplek prostitusi itu. Kapan konplek prostitusi itu muncul, siapa yang
bertanggungjawab dengan keberadaannya, berapa banyak jumlah penghuninya,
bagaimana penanganannya dari institusi pemerintah, dll.
Jangan Mudah Putus Asa
Kepada penulis
muda atau siapa pun yang ingin jadi penulis, saya ingin katakan, jangan mudah
putus asa. Menulis dan menulislah terus. Andai tulisannya ditolak oleh media,
ya teruslah menulis, teruslah kirim karya-karyanya ke media. Putus asa adalah
langkah menuju kegagalan. Dan, jangan terpaku pada media-media formal.
Media-media di dunia maya (blog, jejaring-jejaring sosial, dll) bisa dijadikan
ajang untuk menulis. Harus kerja kerasd, jangan mudah putus asa. Satu hal lagi,
rajin membaca. Ini penting.
Fenomena kepenulisan kreatif di kalangan
pelajar dan mahasiswa dewasa ini sungguh menggembirakan. Dewasa ini banyak
bermunculan penulis-penulis muda potensial(berstatus
mahasiswa), yang karya-karyanya sukses dan menggelitik. Peluang untuk menjadi
penulis, sekarang ini terbuka luas seiring dengan perkembangan dan kemajuan di
dunia teknologi informasi. Sekarang seseorang bisa menulis di manapun, di
warung, ketika nongkrong di taman, di kampus, di rumah kost, atau tempat-tempat
wisata, dengan laptop dan sejenisnya. Kalau dulu, semasa masih dengan mesik
ketik, seseorang tak bisa menulis di sembarang tempat. Dulu hanya bisa menulis
di kamar rumahnya, atau di kantor. Tapi sekarang semangat untuk menulis itu
bisa muncul dan dilakukan di manapun, asalkan kita memiliki sarananya. Dan, itu
semua sangat membantu bagi iklim kepenulisan anak-anak muda, pelajar dan
mahasiswa.
*** Ketika di
kelas saya sering memotivasi mahasiswa untuk menyukai dunia penulisan, dengan
harapan agar kelak mereka benar-benar bisa menjadi penulis. Bahkan beberapa
tahun lalu, saya sempat menggerakkan mahasiswa untuk membuat tugas penulisan,
yang kemudian tugas penulisan itu diterbitkan menjadi buku. Ada beberapa judul
buku yang sempat diterbitkan kala itu.
Barangkali, di lingkungan UIN Sunan
Kalijaga ketika itu, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, khususnya jurusan KPI yang
mengawali melakukan langkah menerbitkan buku seperti itu. Setelah saya, kemudian
ada juga dosen di KPI yang melakukan hak serupa.***
(Sutirman Eka Ardhana)