Senin, 25 Februari 2013

PERTEMUAN 2 PROFESI KEWARTAWANAN



PERTEMUAN 2

PROFESI KEWARTAWANAN

Pengertian Wartawan
APA sesungguhnya yang dimaksud dengan wartawan?
Wartawan  adalah sebutan untuk seseorang yang melakukan kerja jurnalistik. Kerja jurnalistik yang dimaksud tidak hanya terbatas di media pers cetak seperti surat kabar atau pun majalah, tetapi juga di media elektronik, maupun sejenisnya yang lain.
Di dalam Pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers disebutkan bahwa wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Sebelumnya pada Pasal 1 ayat 1-nya disebutkan secara jelas bahwa pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai salah satu organisasi profesi kewartawanan di dalam Peraturan Dasar organisasinya menyatakan bahwa yang disebut dengan wartawan adalah yang melakukan profesi kewartawanan sebagaimana di maksud di dalam Pasal 7 ayat 4 (Pasal 7 ayat 3 PD PWI). Sedang Pasal 7 ayat 4-nya menyebutkan, kewartawanan adalah kegiatan yang sah berhubungan dengan pengumpulan, pengolahan dan penyiaran fakta dan pendapat dalam bentuk berita, ulasan, gambar dan karya jurnalistik lain bagi media massa.
Dulu, wartawan hanya dikelompokkan dalam dua kelompok, kelompok wartawan media cetak dan kelompok wartawan media elektronik (televisi dan radio). Tapi seiring perkembangan teknologi dengan munculnya media online, sekarang kelompok wartawan bertambah lagi dengan wartawan media online.
Wartawan media cetak dapat pula dibagi menjadi dua bagian, yakni wartawan tulis dan wartawan foto. Wartawan tulis memiliki tugas dan kewajiban membuat berita atau melaporkan secara tertulis hasil kerja kewartawanannya. Misalnya, hasil liputan terhadap suatu peristiwa, atau pun hasil wawancara dengan nara sumber. Sementara wartawan foto, tugas utamanya adalah melaporkan informasi melalui foto (karya fotografi).
Floyd G. Arpan, guru besar Ilmu Pengetahuan Pers Universitas Indiana, AS, dalam bukunya “Toward Better Communications” membagi wartawan dalam dua golongan. Pertama, wartawan yang bertugas mencari berita atau mengumpulkan berita (data serta informasi). Kedua, wartawan yang membuat atau mengerjakan berita.
Akan tetapi di Indonesia, pada umumnya wartawan di berbagai surat kabar atau media pers lainnya adalah wartawan yang mencari berita, sekaligus membuat atau menulisnya.
Pada era Orde Baru dulu, syarat-syarat untuk menjadi wartawan diatur oleh pemerintah. Misalnya, Peraturan Menteri Penerangan RI No 02/Per/Menpen/1969 tentang “Ketentuan-ketentuan Mengenai Wartawan”. Pasal 2 Permenpen itu menyebutkan syarat-syarat untuk menjadi wartawan meliputi: 1. Warganegara Indonesia; 2. Memahami sepenuhnya kedudukan, fungsi dan kewajiban pers sebagaimana tercantum dalam pasal 2 dan 3 UU Pokok Pers; 3. Berjiwa Pancasila dan tidak pernah berkhianat terhadap revolusi; 4. Memiliki kecakapan, pengalaman, pendidikan akhlak tinggi dan pertanggungjawaban; 5. Sanggup mentaati Kode Etik Jurnalistik; 6. Sekurang-kurangnya selama 3 tahun secara aktif melakukan pekerjaan wartawan; 7. Tidak tersangkut dalam G.30.S/PKI dan aksi-aksi kontra revolusi lainnya.

Penuh Tantangan
Seseorang yang menjadi wartawan berarti ia masuk ke dalam kesibukan ‘ dunia yang penuh tantangan’. Memutuskan diri untuk bekerja dalam dunia kewartawanan  berarti seseorang sudah mempersiapkan dirinya untuk menghadapi segala resiko, tantangan dan hambatan, serta kesulitan yang siap menghadang di depan.
Kerja kewartawanan tidak hanya cukup memerlukan kemampuan atau keterampilan dalam menulis serta membuat berita saja. Disamping kterampilan dalam merangkai kata demi kata, dan memiliki kemampuan berbahasa yang baik, kerja kewartawanan memerlukan pula keberanian moral, serta keteguhan sikap.
Pekerjaan mencari berita dan kemudian membuatnya bukanlah hal yang mudah, sebagaimana dibayangkan sementara orang. Disamping kerja mencari berita itu menguras tenaga, pikiran dan perasaan, seorang wartawan selain dituntut mampu mempergunakan seluruh inderanya juga dipaksa untuk dapat memainkan ‘mata hati’nya. “Mata hati’ itu memiliki peran penting, dalam menentukan sikap bagaimana harus menulis atau menyampaikan suatu informasi yang diperoleh, atau juga menentukan apakah sesuatu itu layak atau tidak untuk dipublikasikan ke public.
Janganlah menjadi wartawan yang mencari (meliput) berita atau peristiwa yang bila ditinjau dari dimensi persepsi hanya sekadar berita dari hasil penginderaan, penglihatan dan pendengaran saja dengan tidak menyertakan aspek emotif di dalamnya.
Wartawan yang hanya mampu mencari atau membuat berita seperti itu, oleh Daniel Lev dijuluki sebagai teknolog dalam hal tulis menulis, tetapi bukan seorang jurnalis (wartawan).
Hasil kerja wartawan yang ‘teknolog’ itu hanya sekadar informasi semata bagi publik pembaca, akan tetapi tidak membawa dampak-dampak positif. Wartawantipe ini lebih pantas pula disebut sebagai ‘wartawan tukang’. Karena pekerjaannya hanya sekadar ‘tukang’ pembuat berita.
Padahal media pers di era seperti sekarang ini memerlukan wartawan yang bukan hanya sekadar ‘wartawan teknolog’ atau ‘wartawan tukang’. Pers sekarang memerlukan wartawan yang mampu mengajak masyarakat tergugah, tergerak dan terbakar semangatnya untuk berpartisipasi dalam gerak perkembangan, kemajuan dan pembangunan di segala bidang melalui pemberitaan-pemberitaannya. Wartawan harus mampu menggugah masyarakat untuk berpartisipasi dalam gerak ‘pembangunan kehidupan’ di bidang apa pun, seperti pembangunan di bidang agama, hukum, ekonomi, pertanian, industri, kelestarian lingkungan, sosial-budaya, politik, dan sebagainya.
Untuk mampu menjadi wartawan (jurnalis) dan bukan hanya ‘wartawan teknolog’, wartawan haruslah bisa mendalami serta menghayati suatu perkembangan yang ada di dalam kehidupan masyarakat serta melihatnya dengan ‘mata hati’ yang dalam. Dengan kata lain, wartawan harus mampu mengkorelasikan suatu permasalahan atau gejala sosial dengan berbagai aspek.
Wartawan bukanlah profesi yang sederhana. Bahkan, Jakob Oetama menyebut dan mengelompokkan wartawan sebagai kelompok avant-garde. Menurutnya, wartawan menjadi komunikator di antara kelompok-kelompok masyarakat yang majemuk. Menjadi komunikator antara pemerintah dan masyarakat. Menjadi penggerak dan pengecam (Lihat “Apa Maunya Wartawan?” dalam Drs T. Atmadi (ed.), Bunga Rampai Catatan Pertumbuhan dan Perkembangan Sistem Pers Indonesia, Pantja Simpati, Jakarta, 1985).

Wartawan Profesional
Menjadi wartawan yang baik dan professional tentu merupakan idaman setiap wartawan pemula. John Hohenberg dalam bukunya “The Professional Journalist” mengemukakan, wartawan yang baik atau professional adalah wartawan yang dapat bergerak cepat, tepat dan sigap namun tenang. Ia cepat mengerti peristiwa (sumber informasi), tidak hanya melihat peristiwa apa yangt terjadi, tetapi juga meneliti mengapa hal itu terjadi dan bagaimana pula kelanjutannya nanti.
Kemudian ia memiliki pandangan luas, tegas dan praktis, berpandangan mendalam, selalu berhati-hati tapi tidak bimbang. Memiliki cara berpikir bebas tapi bertanggjungjawab, selalu sistematis tapi bukan teks book. Dan yang terpenting, ia bekerja lebih banyak dibanding berita atau tulisan yang dibuatnya.
Sedang Floyd G. Arpan memberikan lima syarat kepada wartawan untuk bisa menjadi wartawan yang professional. Kelima syarat itu meliputi: menguasai bahasa, mengetahui jiwa kemanusiaan, berpengetahuan luas, punya kematangan pikiran dan punya ketajaman pikiran (Lihat – Floyd G. Arpan, Wartawan Pembina Masyarakat, Binacipta, Bandung, 1970).


1.      Penguasaan Bahasa
Bagi setiap wartawan atau jurnalis, penguasaan terhadap bahasa memang merupakan syarat yang utama. Sebab tanpa menguasai bahasa, maka wartawan tidak akan mampu menulis atau membuat berita dengan baik. Untuk itu, wartawan harus memahami bahasa, mengetahui atau mengerti tentang segala aspek bahasa, serta pemakaiannya dan kaya akan perbendaharaan kata.
2.      Mengetahui Jiwa Kemanusiaan
Semula ada kesan, keharusan mengetahui jiwa kemanusiaan sebagai sesuatu yang berlebihan bagi wartawan. Karenanya muncul pertanyaan – “Apakah wartawandiharuskan juga belajar dan membaca buku tentang Ilmu Jiwa dan memperdalam psikologi?”
Sesungguhnya keharusan mengetahui jiwa kemanusiaan itu bukanlah hal yang berlebihan. Meski dipandang ‘berat’, tapi setiap wartawan mempunyai kewajiban untuk mengetahui dan mengerti tentang Ilmu Jiwa tersebut. Sebab, pengetahuan jiwa kemanusiaan akan sangat penting dan sangat mendukung keberhasilan kerja kewartawanan setiap wartawan.
Dalam tugas dan kerjanya sehari-hari, wartawan selalu berjumpa atau berhadapan dengan masyarakat dari segala macam lapisan maupun status sosial. Sejak dari lapisan masyarakat kelas atas, sampai ke lapisan paling bawah. Dari pejabat tinggi, sampai ke pengemis, dan pelacur di jalanan.
Di dalam kerjanya, wartawan akan selalu menghadapi reaksi-reaksi yang muncul dari tengah-tengah masyarakat. Misalnya, reaksi seorang menteri, pejabat pemerintahan, pengusaha terpandang, seniman terkemuka, artis film kenamaan, koruptor, penjahat kelas kakap, sampai ke pekerja seks komersial (PSK) murahan, ketika berhadapan dengan wartawan yang memerlukan sesuatu keterangan atau mewawancarainya.
Banyak wartawan (terutama yang pemula) gagal dalam usahanya mengorek atau memperoleh keterangan dari seseorang yang dikehendakinya. Kegagalan itu terjadi bukan dikarenakan persoalan yang wajar (misalnya yang bersangkutan tidak ada), tetapi lebih banyak disebabkan si wartawan tidak berhasil memahami atau mengerti bagaimana kejiwaan orang yang dihadapinya tersebut.

3.      Berpengetahuan Luas
Syarat terpenting lainnya bagi wartawan adalah berpengetahuan luas. Wartawan dituntut untuk memiliki pengetahuan yang luas, tidak saja pada bidang atau permasalahan kerja yang dihadapi, tetapi juga pada masalah-masalah umum lainnya.
Salah satu cara paling efektif bagi wartawan, rajin mengikuti perkembangan dunia dan rajin pula membaca buku-buku pengetahuan yang bermutu. Wartawan tidak hanya cukup lena dengan buku-buku tentang jurnalistik atau komunikasi saja, tetapi harus juga berusaha mendalami buku-buku pengetahuan lainnya. Seperti buku-buku tentang masalah kesehatan (kedokteran), hukum, ekonomi, politik, kebudayaan, seni, sosiologi, pertanian, lingkungan hidup, psikologi, ruang angkasa, agama, dan lain-lainnya.
Apabila seorang wartawan mendapat spesialisasi sebagai wartawan hukum atau wartawan kriminalitas, tentunya ia harus mempersiapkan diri dengan pengetahuan tentang beragam permasalahan hukum, undang-undang maupun kriminologi. Sehingga ketika si wartawan akan mewawancarai seorang ahli hukum atau praktisi huku, persiapan yang memadai sudah ada di tangannya.

4.      Kematangan Pikiran
Kematangan pikiran atau kedewasaan pandangan diperlukan bagi setiap wartawan. Sehingga wartawantersebut tidak bekerja secara sembrono, asal-asalan dan seenaknya. Wartawan harus punya landasan-landasan yang jernih mengenai etika, moral dan tanggungjawab terhadap perkembangan tatanan nilai serta budaya masyarakat di sekitarnya.
Melalui kematangan pikiran, wartawan akan dapat meraih kepercayaan dari public pembacanya tentang seberapa jauh kualitas berita yangt disajikan. Suatu berita yang disajikan secara sembrono, asal-asalan atau penuh kesewenang-wenangan akan menggoyahkan kepercayaan pembaca terhadap kualitas atau mutu berita tersebut.

5.      Ketajaman Pikiran
Ketajaman pikiran tidak bisa ditinggalkan begitu saja oleh wartawan. Wartawan yang baik atau professional harus tajam pikirannya, cerdas, sigap dan lincah menghadapi berbagai permasalahan yang ada di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Di dalam melakukan aktivitas kerjanya, wartawan akan menemui berbagai permasalahan atau persoalan di dalam masyarakat yang sangat kompleks dan memerlukan jalan pemecahan cukup pelik.
Banyak permasalahan begitu sukar untuk bisa diketahui atau diteliti sebagai bahan pemberitaan yang menarik bagi pembaca. Permasalahan itu ditutupi sekian banyak ‘tabir’ dan hambatan, sehingga tidak begitu saja mudah diketahui dan diungkap ke permukaan. Misalnya, dalam melacak kasus korupsi atau manipulasi yang melibatkan sejumlah pejabat pemerintahan, wartawan akan menghadapi banyak hambatan yang bersifat birokrasi dan terselubung.
Untuk mengatasinya, wartawan haruslah memiliki ketajaman pikiran guna menelusuri secara teliti dan cermat, sehingga akhirnya kasus manipulasi itu dapat terungkap secara utuh. +++       (sutirman eka ardhana)

Senin, 18 Februari 2013

PERTEMUAN 1 PENGERTIAN REPORTASE MEDIA CETAK



PERTEMUAN 1

PENGERTIAN REPORTASE MEDIA CETAK

1.     Pengertian Dasar
DI DALAM “Kamus Bahasa Indonesia Lengkap” disebutkan reportase adalah melaporkan jalannya peristiwa atau kejadian (lihat Drs. Soeharso, Dra. Ana Retnoningsih, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Grand Media Pustaka, 2007).
Sedangkan media cetak adalah media massa atau penerbitan pers yang dicetak seperti surat kabar, majalah, poster, pamflet, iklan, dan lain-lain (lihat – Kurniawan Junaedhie, Ensiklopedi Pers Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, 1991).
Dengan demikian, secara sederhana “Reportase Media Cetak” dapat diartikan sebagai pelaporan jalannya peristiwa atau kejadian oleh media massa atau media pers cetak, baik itu surat kabar atau pun majalah. Peristiwa atau kejadian yang dimaksud adalah suatu peristiwa atau kejadian yang memiliki nilai berita untuk diinformasikan, dipublikasikan atau diberitakan, kepada masyarakat.
Kerja yang dilakukan media massa atau media pers, seperti melaporkan peristiwa atau kejadian yang memiliki nilai berita itu kepada masyarakat (publik) sejak awal kemunculannya hingga kini disebut sebagai kerja jurnalistik. Untuk mengetahui lebih jauh dan lebih dalam tentang apa yang dimaksud dengan kerja jurnalistik itu tentulah harus diketahui serta dipahami terlebih dulu tentang apa arti dari jurnalistik tersebut.
 Apa yang dimaksudkan dengan jurnalistik? Menurut Dja’far H. Assegaff (1983), jurnalistik merupakan kegiatan untuk menyampaikan pesan/berita kepada khalayak ramai (massa), melalui saluran media, baik media cetak maupun media elektronik.
Pelaporan peristiwa atau penyampaian berita kepada massa (publik) oleh media pers cetak itu bukanlah sesuatu yang mudah dan sederhana. Peristiwa atau berita itu tidak begitu saja datang ke ruang kerja media pers. Ada proses, teknik dan mekanisme atau prosedur, bagaimana memperoleh dan membawa peristiwa atau berita itu ke ruang kerja media pers, dan kemudian menyampaikannya ke massa (publik).
Peristiwa atau kejadian yang diperoleh itu tidak begitu serta merta dengan mudah disampaikan kepada massa (publik), akan tetapi haruslah terlebih dahulu melalui proses pengkajian tentang layak atau tidaknya untuk diberitakan (dimuat).
Proses, teknik dan mekanisme dalam memperoleh, membawa dan kemudian menyampaikan peristiwa atau berita itu ke massa (publik) melibatkan semua pekerja pers yang disebut dengan wartawan atau jurnalis, dalam kapasitas fungsional atau status jabatannya masing-masing, yakni reporter, redaktur sampai pemimpin redaksi.  
Dari serangkaian pemahaman itu maka dapat disimpulkan secara lebih lengkap dan jelas bahwa “Reportase Media Cetak” merupakan proses, teknik, dan mekanisme kerja jurnalistik terutama yang berkaitan dengan teknik, proses serta mekanisme pengisian atau pemuatan karya-karya jurnalistik di dalam media cetak. Karya-karya jurnalistik yang dimaksud adalah berita, baik itu berita langsung (straight news) maupun berita panjang (reportase/laporan).

2.     Fungsi Pers
PENYAMPAIAN informasi atau berita ke masyarakat (publik) oleh media cetak atau media pers itu merupakan fungsi yang dimiliki oleh pers.
Pers atau bidang kerja jurnalistik pada dasarnya mempunyai fungsi sebagai:
1.      Pemberi informasi.
2.      Pemberi hiburan.
3.      Pemberi kontrol (alat kontrol sosial)
4.      Pendidik masyarakat.

Pemberi informasi – Fungsi utama pers adalah pemberi informasi atau menyiarkan informasi kepada pembaca (publik). Informasi yang disajikan melalui karya-karya jurnalistik, seperti berita (straight news), feature, reportase dan lainnya, memang sesuatu yang sangat diharapkan publik pembaca, ketika membaca, membeli dan berlangganan media pers. Informasi yang disampaikan pun beragam jenisnya. Tidak hanya sebatas informasi yang berkaitan dengan suatu peristiwa, tetapi juga bersifat ide, gagasan-gagasan, pendapat atau pikiran-pikiran orang lain yang memang layak untuk disampaikan ke publik pembaca.

Pemberi hiburan – Media pers juga punya fungsi untuk menghibur publik pembaca. Menghibur dalam kaitan meredakan atau melemaskan ketegangan-ketegangan pikiran karena kesibukan aktivitas kehidupan. Jadi, informasi yang disajikan media pers tidak hanya berita-berita serius atau berita-berita berat (hard news), tapi juga berita-berita atau karya jurnalistik lainnya yang mampu membuat pembaca tersenyum, dan melemaskan otot-otot pikirannya. Karya-karya menghibur itu bias ditemukan dalam bentuk karya fiksi, seperti cerpen, cerita bersambung, cerita bergambar, karikatur, gambar-gambar kartun, bahkan juga tulisan-tulisan yang bersifat human interest.

Pemberi kontrol (alat kontrol sosial) – Fungsi pemberi kontrol atau sebagai alat kontrol sosial merupakan fungsi penting yang dimiliki pers. Sebagai media penyampai informasi, media pers tidak hanya sebatas menyampaikan atau memberikan informasi yang berkaitan dengan suatu peristiwa, akan tetapi berkewajiban juga menyampaikan gagasan-gagasan maupun pendapat yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas. Bila ada suatu kebijakan, baik dari pemerintah maupun lembaga-lembaga tertentu, yang dipandang tidak sesuai atau berlawanan dengan kepentingan masyarakat, media pers punya kewajiban untuk mengingatkan. Cara mengingatkannya dilakukan melalui tulisan di tajuk rencana maupun karya jurnalistik lainnya.

Pendidik masyarakat – Fungsi sebagai pendidik masyarakat ini juga merupakan fungsi penting yang disandang media pers. Dalam pengertian yang luas, pers berkewajiban mendidik masyarakat pembacanya dengan memberikan beragam pengetahuan yang bisa bermanfaat bagi peningkatan nilai kehidupan. Sajian-sajian karya jurnalistiknya haruslah mencerahkan dan memberikan tambahan pengetahuan serta wawasan yang luas, sehingga masyarakat memperoleh pemahaman atau pengertian baru tentang kehidupan yang lebih maju dibanding sebelumnya.

3.     Peran Pers
DENGAN fungsi-fungsinya itu pers memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap masyarakat. Melalui pengaruhnya, pers (media cetak dan media elektronik) dapat membawa dan menyampaikan pesan-pesan maupun gagasan-gagasan (dikemas dalam karya jurnalistik) yang membangun dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Demikian pula dalam pembangunan di bidang sosial-budaya, atau bentuk-bentuk kehidupan di dalam masyarakat, misalnya dalam mewujudkan terjadinya perubahan sosial atau peralihan masyarakat tradisional ke masyarakat modern, pers dengan pengaruhnya dapat mempercepat proses perubahan sosial maupun peralihan itu.
Pers melalui karya-karya jurnalistik yang disajikannya mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam menciptakan suatu sikap pembaharuan dalam perilaku dan tatanan sosial serta sikap budaya masyarakat. Khususnya dalam memperbaharui pola pikir masyarakat yang tradisional ke pola pikir modern.
Berdasar pada fungsi dan peranannya yang besar itu, Wilbur Schramm (1982), menyebut pers sebagai “Agen Pembaharu”.
Sebagai agen pembaharu, pers dapat memainkan perannya yang besar dalam proses perubahan sosial yang berlangsung dalam suatu masyarakat atau suatu bangsa. Melalui informasi-informasi sebagai hasil kerja jurnalistik yang disajikan kepada masyarakat pembaca (publik), pers dapat merangsang proses pengambilan keputusan di dalam masyarakat, serta membantu mempercepat proses peralihan masyarakat yang semula berpikir tradisional ke alam pikiran dan sikap masyarakat modern.
 Menurut Wilbur Schramm, ada sembilan peranan pers yang sangat membantu terwujudnya proses perubahan di kalangan masyarakat. Sembilan peranan per situ meliputi:
1.      Pers dapat memperluas cakrawala pemikiran.
2.      Dapat memusatkan perhatian.
3.      Mampu menumbuhkan aspirasi.
4.      Mampu menciptakan suasana membangun.
5.      Mampu mengembangkan dialog tentang hal-hal yang berhubungan dengan masalah-masalah politik.
6.      Mampu mengenalkan norma-norma social.
7.      Mampu menumbuhkan selera.
8.      Mampu merubah sikap yang lemah menjadi sikap yang lebih kuat.
9.      Mampu sebagai pendidik.
 (Lihat – Drs. Eduard Depari, Dr. Colin MacAndrews (ed.), Peranan Komunikasi Massa Dalam Pembangunan, Gadjah Mada University Press, 1982).     

Melihat pada apa yang telah dikerjakan pers selama ini, dalam kaitan menyampaikan berbagai informasi serta gagasan-gagasan mengenai pembangunan kepada masyarakat, terlihat jelas bahwa fungsi dan peranan pers dalam perubahan sosial di tengah masyarakat tidak dapat diingkari.
Pers atau kerja jurnalistik telah memberikan sumbangan yang besar dan amat berharga dalam merubah sikap pandang dan perilaku masyarakat untuk tanggap serta menerima kehadiran teknologi-teknologi baru.
Melalui berbagai karya jurnalistik atau informasi-informasi yang disajikan, pers akhirnya mampu mempengaruhi, merangsang serta menggerakkan masyarakat untuk turut serta terlibat secara aktif dalam beragam gerak dan aktivitas pembangunan di segala sektor.
Pers telah mencoba menempuh berbagai cara untuk ‘masuk lebih jauh’ ke berbagai ragam persoalan kehidupan masyarakat, baik di kota maupun pedesaan. Misalnya, di bidang kesehatan, pers sudah demikian gencar menginformasikan tentang perlunya menjaga kesehatan, menjaga kebersihan dan menghindari penyakit.
Demikian pula di bidang pembangunan hukum, pers tidak pernah berhenti memberitahukan kepada masyarakat tentang bagaimana menghindari kejahatan, bagaimana menghadapi tindak kriminalitas, bagaimana tentang hak  maupun kewajiban seseorang di depan hukum, serta tentang ajakan perlunya melawan korupsi.
Bahkan, di dalam pembangunan sektor keagamaan pun, pers memiliki peran dan fungsi yang sangat strategis. Pers dapat dijadikan sarana dakwah yantg efektif, demi pengembangan dan keberhasilan syiar agama, misalnya syiar agama Islam.
Jadi, pers dapat dijadikan sebagai suatu ‘kekuatan besar’ dalam mempengaruhi, merubah perilaku, dan menggerakkan masyarakat. Terutama dalam menggerakkan masyarakat untuk melakukan tindakan-tindakann yang positif dan bermanfaat bagi kehidupannya. Sebaliknya juga, pers bias ‘diselewengkan’ untuk menggerakkan masyarakat melakukan tindakan-tindakan yang bersifat destruktif, negatif atau tindakan-tindakan tidak bermanfaat lainnya. 

4.     Isi Surat Kabar
            KERJA jurnalistik selalu dikaitkan dengan pengertian aktivitas pengisian media pers, seperti surat kabar, majalah dan lainnya. Isian media pers itu adalah karya jurnalistik.
Akan tetapi tidak semua isian media cetak atau media pers, seperti surat kabar, majalah dan lainnya itu berupa karya jurnalistik. Karena selain karya jurnalistik, media cetak atau media pers juga diisi dengan karya-karya non-jurnalistik.
Ragam karya jurnalistik di media cetak seperti surat kabar, maja;ah dan lainnya meliputi:
1.      Berita (straight news).
2.      Feature.
3.      Reportase (berita panjang/mendalam).
4.      Tajuk Rencana.
5.      Kolom.
6.      Artikel.
7.      Karya foto (foto jurnalistik).

Selain itu, di dalam ‘keluarga besar’ karya jurnalistik itu masih terdapat juga isian yang disebut: pojok dan karikatur, serta surat pembaca. Meski pun ada juga yang mengelompokkan ‘surat pembaca’ bukan termasuk dalam keluarga besar karya jurnalistik.

Berita – Berita, menurut Willian S Maulsby, adalah merupakan suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang dapat menarik perhatian para pembaca suratkabar yang memuat berita tersebut.
Sedangkan Dja’faqr H Assegaf dalam bukunya “Jurnalistik Masa Kini” menyatakan, berita dalam arti jurnalistik adalah laporan tentang fakta atau ide yang termasa, yang dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca entah karena ia luar biasa, entah karena pentingnya atau akibatnya, entah pula karena ia mencakup segi-segi human interest seperti humor, emosi, dan ketegangan. (Selengkapnya lihat materi pertemuan kedua “Berita dan Tajuk Rencana”).
Feature – Feature memiliki batasan arti atau definisi yang beragam. Para ahli komunikasi atau pakar pers mempunyai pengertian-pengertian tersendiri, walau pada dasarnya sama menuju kea rah satu pemahaman. Bila di-Indonesia-kan, maka feature dapat diartikan sebagai berita kisah atau karangan khas.
Kenapa disebut berita kisah? Jawabannya sederhana saja, karena bentuk tulisan ini lebih banyak menekankan pada unsur ‘kisah’ dari suatu obyek penulisan. Disebut karangan khas, karena feature memiliki sifat khusus, yakni memberikan hiburan di samping informasi.
Reportase – Reportase merupakan karya jurnalistik yang berisi laporan tentang suatu peristiwa, keadaan dan sebagainya atas dasar observasi langsung. Reportase cenderung ditulis panjang, detail dan mendalam. Bahkan seringkali reportase dibuat secara bersambung.
Tajuk Rencana – Tajuk Rencana merupakan pernyataan dan tanggapan dari media per situ sendiri mengenai fakta dan opini yang ada dan sedang berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Lyle Spencer dalam buku Editorial Writing mengemukakan, tajuk rencana adalah pernyataan mengenao fakta dan opini secara singkat, logis, menarik ditinjau dari segi penulisan dan bertujuan untuk mempengaruhi pendapat atau memberikan interpretasi terhadap suatu berita yang menonjol, sehingga bagi kebanyakan pembaca suratkabar akan menyimak pentingnya arti berita yang diajukan tadi.
Kolom – Kolom masuk dalam keluarga esei. Di dalam Ensilokpedi Pers Indonesia (Kurniawan Junaedhie, Gramedia, 1991) disebutkan, esei merupakan karangan atau tulisan dalam bentuk prosa yang tidak amat panjang, membicarakan suatu pokok persoalan.
Esei dibagi menjadi dua jenis, yakni esei formal dan esei informal. Esei formal lazim disebut artikel atau risalah. Sedangkan kolom termasuk dalam jenis esei informal yang lebih bersifat pribadi.
Artikel – Artikel secara singkat dapat diartikan sebagai suatu tulisan yang bermaksud menyampaikan gagasan dan fakta. Tujuannya untuk menggugah, meyakinkan, mengajarkan dan juga menghibur.
Karena merupakan wujud dari gagasan atau ide dan pemikiran-pemikiran yang disampaikan oleh penulisnya, maka opini atau pendapat pribadi si penulis sangat berperan di dalam artikel.
Foto Jurnalistik – Foto jurnalistik adalah foto-foto yang mempunyai nilai berita atau informasi. Selain mempunyai nilai berita, foto-foto jurnalistik juga mengandung nilai-nilai artistik dan menghibur.

Untuk memahami dan mengetahui lebih jauh dan lebih jelas tentang proses, teknik, dan mekanisme kerja jurnalistik terutama yang berkaitan dengan teknik, proses serta mekanisme pengisian atau pemuatan karya-karya jurnalistik di dalam media cetak, maka materi-materi dari Reportase Media Cetak yang dipelajari meliputi: Pengertian reportase media cetak, Profesi kewartawanan dan Kerja keredaksian, Jenis-jenis peliputan berita, Rapat redaksi dan penentuan  sumber berita, Sumber berita primer dan sekunder, Teknik dan Proses pencarian berita, Wawancara Jurnalistik, Mengolah berita (straight news), Mengolah berita panjang (laporan/reportase), Me-recheck kebenaran berita, serta memahami tanggung jawab  penulisan berita, Memahami nilai berita, dan unsur-unsur nilai berita, Editor dan redaktur dalam pengolahan berita, dan Editing dan publikasi berita.
                                                                             (sutirman eka ardhana)